Mohon tunggu...
W. Suyanto
W. Suyanto Mohon Tunggu... -

just another warga negara indonesia...guk...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

semoga kamu mati lebih dulu dariku

25 Agustus 2011   09:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:28 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Suster indri baru saja selesai makan siang, di kantin panti jompo tempat dia bekerja. dilihat jam tangan, ternyata masih ada sisa sedikit waktu sampai jam istirahat selesai. dia pun menikmati minumannya perlahan-lahan, sambil memperhatikan lalu lalang para orang-orang tua dan suster-suster lain.

tidak jauh dari meja makannya, terdapat sebuah kursi panjang, di sana duduk sepasang kakek dan nenek. suster indri mengenali mereka, mereka termasuk penghuni baru panti jompo, satu-satunya pasangan orang tua yang berinisiatif sendiri datang mendaftar untuk tinggal di panti jompo tersebut. suatu hal yang sangat jarang, karena biasanya orang tua yang datang ke sini diantar oleh anak-anak mereka, atau dibawa datang oleh pekerja sosial. suster indri masih ingat, saat itu terjadi perdebatan yang cukup unik menurutnya, saat mereka mendaftar, anak dan menantu mereka mengejar mereka sampai ke panti jompo, ngotot minta mereka pulang ke rumah, tapi mereka justru ngotot mau tinggal di panti jompo, sebuah kejadian yang berbanding terbalik dengan kejadian umumnya, karena umumnya anak yang memasukkan orang tua ke panti jompo, dan orang tua yang ngotot mau pulang rumah. "dasar tua bangka keras kepala!" begitu menantu mereka menyebut kakek, semua suster waktu itu pada kagum, termasuk suster indri, ternyata ada juga menantu yang lebih galak daripada mertua.

mereka sedang memandang ke arah kantin, suster indri mengikuti arah pandangan mereka, dari jauh terlihat seorang wanita berusia sekitar 30 tahun menggandeng seorang anak kecil berusia sekitar 4 tahun sedang membeli sesuatu. kalau tidak salah ingat, itulah menantu mereka.

kemudian, terdengar suara kakek.

“nek, masih adakah keinginanmu di dunia ini yang belum tercapai?” tanya kakek.

“gak ada lagi, melihat anak-anak kita sudah mandiri, tidak ada lagi yang kuinginkan.” jawab nenek.

“heh…” kakek memberikan senyuman penuh arti.

“emang ada lagi yang masih kamu inginkan?” nenek balik bertanya.

“iya, harapanku yang terakhir, semoga kamu mati lebih dulu dariku.” jawab kakek.

“apa kamu bilang?”

“aku bilang, semoga kamu mati lebih dulu dariku.”

“idih, apa-apaan kakek ini, udah pikun kali, tega-teganya berharap aku mati duluan?” nenek merasa tersinggung.

“hehehe, jangan marah dulu nenek, dengarkan dulu, di usia kita sekarang ini, udah jelas waktu kita gak lama lagi, suatu saat salah satu dari kita pasti akan mati lebih dulu, tinggal menunggu waktu saja.”

“terus kamu berharap aku duluan mati, jadi kamu bisa hidup lebih lama?” emosi nenek menumpuk.

“kuharap kamu mati duluan, jadi kamu gak perlu menanggung kesedihan atas kematianku.”

reaksi nenek berubah seketika.

“cukup aku yang merasakankepedihan atas kepergianmu, cukup aku juga yang repot mengurus segala hal setelah kepergianmu, dan kamu bisa pergi dengan tenang dan senang.” kakek mengakhiri dengan senyuman puas.

nenek termenung, memandang suaminya dengan penuh arti, kemudian berkata, “dasar bodoh, kamu membuatku sadar, ternyata aku juga masih punya keinginan terakhir.” kemudian nenek menggandeng tangan kakek, dan bersama-sama memandang menantu dan cucu mereka.

tidak jauh dari mereka, suster indri tersenyum bahagia, seolah mendapatkan sesuatu yang berharga, sebuah pelajaran hidup yang didapat secara tanpa disengaja, di sela-sela waktu istirahat siang. dilihat lagi jam tangan, waktu menunjukkan jam istirahat hampir habis. dia berdiri, sekali lagi melihat ke arah kakek dan nenek, ikut merasakan kebahagiaan mereka, kemudian kembali ke ruang kerja dengan wajah berseri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun