Maraknya perkembangan sara dalam pilkada dki, benar-benar memprihatinkan, bukan hanya menghembuskan isu sara, bahkan mencari pembenaran atas isu tersebut, kemudian mencampuradukan sara dengan favoritisme.
Walaupun sara dan favoritisme itu memiliki dasar yang sama, tapi ada batasan-batasan tertentu yang membuat favoritisme tidak menjadi sara, yet favoritisme berlebihan juga dapat menjadi sara, tapi selama dalam batasan-batasan tertentu, favoritisme dan sara dapat dibedakan.
Favoritisme adalah preferensi seseorang yang lebih mengutamakan kesamaan atas aspek sara, tapi favoritisme bukanlah sara. Loh? Ngomong apaan sih, koq plin plan banget, sara tapi bukan sara, apa-apaan? Iya benar, favoritisme emang cenderung nyerempet sara, tapi bedanya favoritisme murni bersifat pribadi, murni atas dasar preferensi pribadi, bukan karena hasutan atau pengaruh, dan preferensi tersebut tidak sampai mempengaruhi orang lain.
Contohnya, memilih cagub yang beragama sama dengan sendiri, atau beretnis sama dengan sendiri, dengan syarat, itu murni pilihan sendiri, bukan karena hasutan atau karena pengaruh pihak lain. Itu favoritisme, dan emang gak ada yang salah dengan hal tersebut.
Contoh lain, 2 orang pelamar kerja yang berkualitas sama tapi seorang jawa seorang melayu, manajer melayu lebih memilih yang melayu dengannya, manajer jawa lebih memilih yang jawa. Itu favoritisme, bukan sara…
Contoh lagi, nyari pacar sesuku atau seagama, itu juga favoritisme, sama seperti nyari yang sehobi, sepemikiran.
Karena emang insting kenyamanan manusia sendiri untuk memilih bergaul dengan yang memiliki persamaan dengan dirinya, jadi sah-sah aja mengutamakan favoritisme.
Walaupun favoritisme bukan selalu berarti pilihan tepat, seperti memilih cagub seiman tapi koruptor dibanding calon yang bersih dan merakyat, memilih calon karyawan sesuku tapi kualitas rendah dibanding yang lebih berkualitas, atau nyari pacar sesuku seagama tapi playboy dibanding yang lebih setia. Itu favoritisme naïf, favoritisme tolol, favoritisme buta, yet bukan sara.
Tetapi favoritisme akan berkembang menjadi isu sara, ketika udah mulai keluar dari wilayah pribadi. Instead of dipertahankan sebagai pilihan pribadi, dia mulai mengajak, menghasut, mempengaruhi, membatasi pilihan orang lain dengan tujuan supaya memilih favorit yang sama, terlebih-lebih ajakan yang sampe dengan merendahkan pilihan lain, itu yang membuat favoritisme berkembang menjadi isu sara.
Seperti mengajak, menghasut, mempengaruhi orang lain dalam memilih cagub seiman, mencantumkan preferensi sara dalam iklan kerja, menertawakan teman yang punya pacar tidak sesuku, itu semua termasuk sara. Dan mau dicari pembenarannya seperti apa, mau gimana sangkal, bantah atau ngeles, mau dibungkus itu dengan jargon ceramah, atau dakwah, atau kebijakan kantor, atau iseng-isengan segala, tetap gak merubah kenyataan bahwa itu sudah merupakan isu sara.
Favoritisme atau SARA?
Favoritisme adalah pilihan, walaupun kadang berkemungkinan kontra produktif, tapi pilihan adalah hak setiap individu.
Sara menyebabkan perpecahan bangsa, sejarah udah membuktikan, tapi demi kepentingan tertentu, tetap selalu ada yang mencoba dengan cara sara, yet mudah-mudahan masyarakat cukup cerdas, gak terpengaruh oleh hembusan isu sara, mampu membedakan yang mana termasuk favoritisme yang mana termasuk sara.
Jadi favoritisme atau SARA?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H