Mohon tunggu...
Graciella Vivian
Graciella Vivian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

vetstud

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengulik Mentalitas Inlander Indonesia melalui Standar Kecantikan

13 Juni 2024   18:59 Diperbarui: 13 Juni 2024   19:15 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang tidak bisa dipisahkan dengan sejarah, apalagi sejarah bahwa bangsa Indonesia dijajah oleh bangsa asing selama 350 tahun lamanya dan meraih kemerdekaan hanya dengan bermodal bambu runcing. Selain sejarah Indonesia pernah dijajah, mentalitas bangsa Indonesia yang dijajah pun masih melekat di bangsa Indonesia. Penjajahan dan perlakuan kejam yang dialami bangsa Indonesia turut andil dalam membangun mentalitas bangsa Indonesia hingga hari ini. Mentalitas seperti merasa inferior, kurang percaya pada produk asli Indonesia, serta glorifikasi terhadap bangsa asing khususnya bangsa Eropa dan Asia Timur menjadi ciri-ciri mentalitas bangsa Indonesia saat ini. Tidak heran, Indonesia yang selama 350 tahun lamanya mendapatkan perlakuan tidak pantas dan selalu diinjak-injak oleh bangsa asing membuat bangsa Indonesia menjadi menormalkan hal tersebut dan menanamkannya dalam keseharian bangsa Indonesia. Mentalitas inilah yang membuat Indonesia tetap memegang gelar sebagai bangsa dengan mentalitas inlander.

Inlander merupakan istilah oleh kolonial Belanda terhadap bangsa Indonesia yang sedang dijajah. Belanda yang menduduki Indonesia selama 350 tahun lamanya memperlakukan Indonesia sebagai kasta yang paling rendah, bahkan setara dengan anjing. Pada zaman kolonial Belanda, pada ruang-ruang publik khusus orang Eropa, dapat ditemukan tulisan seperti "Verboden voor honden and Inlander", yang berarti terlarang bagi anjing dan inlander (bangsa Indonesia). Bangsa Indonesia terpaksa harus tunduk dan tidak mampu berbuat apa-apa pada masa itu menimbulkan perasaan inferior dalam diri bangsa Indonesia dan merasa bahwa bangsa Eropa memiliki kasta lebih tinggi daripada bangsa Indonesia sendiri. 350 tahun lamanya bangsa Indonesia dijajah membuat bangsa Indonesia akhirnya bangkit dan memperjuangkan hak-hak akan kemerdekaan Indonesia dengan hanya bermodal bambu runcing. Meskipun begitu, kemerdekaan bangsa Indonesia tidak menjamin akan kemerdekaan akan mentalitas inlander yang sudah melekat pada bangsa Indonesia.

Glorifikasi terhadap bangsa asing dan euphoria yang dirasakan oleh bangsa Indonesia saat mendapatkan rekognisi dari bangsa asing khususnya bangsa Eropa menjadi salah satu bukti bahwa kepercayaan diri bangsa Indonesia masih bergantung pada validasi oleh bangsa asing. Euphoria dan overproud yang dirasakan bangsa Indonesia saat menemukan 'bule' berkunjung dan mempromosikan hal-hal yang berhubungan di Indonesia layaknya seorang karyawan yang meluap-luap perasaannya saat mendapatkan pujian dari bos tempat ia bekerja. Seringkali, masyarakat Indonesia merasa sungkan saat ada 'bule' yang lewat, bahkan ada yang tidak segan untuk meminta foto dengan 'bule' yang lewat layaknya seorang selebritas untuk dipamerkan kepada orang-orang di sekitarnya. Masyarakat Indonesia bahkan tidak segan untuk mempromosikan 'bule' yang mengaku memiliki darah Indonesia.

Fitur-fitur wajah seperti kulit putih serta hidung mancung yang dimiliki bule menjadi fitur wajah yang diidolakan oleh masyarakat Indonesia yang menetapkan fitur-fitur tersebut sebagai sebuah standar kecantikan bagi perempuan-perempuan di Indonesia. Glorifikasi terhadap standar kecantikan yang berdasar pada bangsa Eropa menjadi salah satu ciri mentalitas inlander yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang merasa inferior akan fitur wajah yang dimilikinya. Produk pemutih kulit yang dijual di bangsa Indonesia menjadi produk hasil mentalitas inlander bangsa Indonesia. Meskipun tidak semua masyarakat Indonesia memiliki mentalitas tersebut, pada faktanya, masih banyak masyarakat Indonesia yang membeli produk pemutih, berharap memiliki kulit seputih bule. Perempuan-perempuan di Indonesia kerap kali menjadi salah satu target pasar produk-produk tersebut. Bermula dari kehadiran standar kecantikan yang tidak seharusnya ada ditambah dengan mentalitas inlander yang melekat pada masyarakat Indonesia membuat para perempuan Indonesia menjadi haus akan validasi untuk memiliki fitur-fitur wajah yang sama dengan bangsa yang dianggap lebih tinggi kastanya, yakni: bangsa Eropa.

Standar kecantikan dicampur dengan mentalitas inlander yang hadir dalam bangsa Indonesia juga merupakan hasil dari dilestarikannya budaya patriarki yang sudah lama melekat pada bangsa Indonesia. Meskipun Indonesia telah merdeka 79 tahun lamanya, standar kecantikan dan mentalitas inlander bangsa Indonesia tetap bertahan 79 tahun lamanya juga. Budaya patriarki yang menggunakan standar kecantikan sebagai senjata untuk menindas para perempuan di Indonesia yang kemudian dicampurtangani oleh mentalitas inlander semakin membuat para perempuan Indonesia merasa harus memenuhi standar kecantikan yang tidak realistis tersebut untuk mendapatkan validasi serta mencegah perselingkuhan yang terjadi dalam sebuah hubungan.

Untuk memberantas mentalitas inlander terutama dalam standar kecantikan di Indonesia yang berbudaya patriarki masih menjadi hal yang sulit namun dapat dilakukan. Langkah yang sistemik dibutuhkan untuk mencabut mentalitas inlander serta patriarki sampai ke akar-akarnya. Pada masa ini, telah dilakukan banyak Gerakan dan gebrakan berbasis pada feminisme untuk menuntut dan mengedukasi masyarakat Indonesia serta menghapus standar kecantikan yang ada dan mengajak masyarakat Indonesia untuk lebih mencintai diri sendiri. Perbaikan mentalitas inlander juga dapat diawali dengan menghapus stigma yang menganggap diri lebih inferior dari bangsa asing serta mengurangi glorifikasi terhadap bangsa asing. Peran pemerintah juga dibutuhkan untuk menyediakan ruangan-ruangan bersuara yang aman bagi perempuan di Indonesia serta mempromosikan kesetaraan gender di Indonesia agar para perempuan di Indonesia dapat bersuara akan ketidakadilan gender yang dialaminya yang berakar pada standar kecantikan yang ditetapkan oleh masyarakat Indonesia yang masih bermentalitas inlander dan berbudaya patriarki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun