Citizen Journalism dan Hoax
Seiring perkembangan internet, muncul istilah citizen journalism atau jurnalisme warga. Jurnalisme ini warga melibatkan warga dalam memberitakan sesuatu tanpa memandang latar belakang pendidikan, keahlian dalam merencanakan, menggali, mengolah, melaporkan informasi pada orang lain sehingga setiap orang dapat menjadi wartawan (Nurudin, 2009).Â
Kelebihan dari adanya citizen journalism ini adalah mampu memberikan informasi yang beragam kepada masyarakat dengan sumber yang beragam pula, dapat memupuk budaya baca tulis di masyarakat, membebaskan masyarakat dalam berdiskusi melalui media, serta dapat bertindak sebagai manifestasi dari watch dog.Â
Selain memiliki kelebihan, citizen journalism juga memiliki tantangan dimana tidak setiap warga memiliki kemampuan seperti jurnalis dalam mencari, mengolah dan melaporkan informasi. Seringkali orang menjadi terjebak dalam informasi palsu (hoax) dan menyebarkan hoax tanpa disadari karena kurangnya pengetahuan dan informasi.
Hoax sendiri bertujuan untuk membuat, menggiring, maupun membentuk persepsi opini publik, dan juga untuk menguji kecerdasan dan kecermatan pengguna internet dan media sosial. Tujuan penyebaran hoax ini beragam namun umumnya hoax disebarkan sebagai bahan gurauan/lelucon atau hanya sekedar iseng, menjatuhkan pesaing (black campaign), maupun promosi dengan penipuan.Â
Hal ini menyebabkan banyak penerima hoax terpancing untuk segera menyebarkan kepada rekannya sehingga akhirnya hoax ini tersebar dengan cepat. Orang yang menjadi tertarik untuk menyebarkan hoax biasanya memiliki opini yang sesuai atau sama dengan informasi tersebut.Â
Ia tidak akan peduli apakah informasi tersebut benar atau salah, maupun tidak akan berusaha untuk mencari kebenaran dari informasi yang ia dapatkan. Selama informasi tersebut sesuai dengan apa yang ia pikirkan, ia akan dengan mudahnya menekan tombol share.
Dalam jurnalnya, Dedi mengklasifikasikan jenis-jenis hoax menjadi beberapa bentuk (Rahadi, 2017), yaitu :
- Fake News -Â Berita yang berisi kebohongan atau berita yang berusaha menggantikan kebenaran dari berita yang asli. Pelaku yang membuat berita hoax biasanya menyadari bahwa berita yang ia buat palsu dan dengan sengaja menyebarkannya.
- Clickbait -Â Clickbait atau tautan yang menjebak ini diletakkan secara strategis di suatu situs yang dapat menarik perhatian orang untuk masuk ke situs yang ditujukan. Konten yang ada di dalam tautan ini sebenarnya berisi berita biasa, hanya saja judul atau gambar yang dibuat sensasional sehingga dapat menarik pembaca.
- Confirmation Bias -Â Kecenderungan untuk menginterpretasikan kejadian yang baru terjadi sebaik bukti dari kepercayaan yang sudah ada.
- Misinformation -Â Informasi yang diberikan tidak akurat atau justru digunakan untuk menipu.
- Satire -Â Tulisan berisi humor atau ironi yang cenderung membesar-besarkan peristiwa yang sedang hangat terjadi.
- Post-Truth -Â Memainkan emosi daripada fakta yang ada untuk membentuk opini publik
- Propaganda - Aktifitas menyebarluaskan informasi, fakta, argumen, atau bahkan kebohongan untuk mempengaruhi opini publik.
Salah satu media penyebaran hoax pada saat ini yang paling populer adalah melalui media sosial. Media sosial menjadi media yang sering digunakan, dilansir dari Kompas.com, menurut penelitian We Are Social, perusahaan media Inggris yang bekerja sama dengan Hootsuite, rata-rata orang Indonesia menghabiskan waktu tiga jam 23 menit dalam sehari untuk mengakses media sosial. Sementara berdasarkan aplikasi media sosial yang paling banyak diunduh adalah aplikasi Whatsapp.
Media WhatsappÂ
Whatsapp merupakan aplikasi komunikasi berbasis internet yang dapat diakses melalui ponsel/smartphone. Menurut penelitian dari Trisnani (2017), aplikasi Whatsapp banyak dipilih oleh masyarakat (individu, kelompok, organisasi bahkan pemerintahan) sebagai media dalam penyampaian pesan karena dianggap lebih efektif dan merupakan sebuah kepuasan tersendiri apabila informasi yang disampaikan tepat sasaran.Â