Mohon tunggu...
Graceta Pangesti
Graceta Pangesti Mohon Tunggu... -

Muslimah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Prolog

26 November 2014   02:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:51 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Biasanya sinar matahari akan bersinar terang dihatinya, tapi kali ini tidak lagi.

Tak ada lagi sinar, senyuman, dan penerangan dihatinya. Sepertinya ia sudah tidak bisa merasakan apa-apa lagi. Kecuali rasa sakit dihatinya. Ia bisa merasakannya. Sangat sakit sekali

Sebelah tangannya terangkat memegang pegangan jembatan besi yang dingin membeku. Kepalanya menunduk. Sementara tangan yang satu lagi menutupi mulutnya agar ia  berhenti terisak. Memikirkan kembali apa yang sebenarnya terjadi. Mengapa Penyakit itu datang setelah ia sudah menemukan orang yang tepat dalam hidupnya. Orang yang terpenting dalam hidupnya. Jiwa raganya.

Ia mencoba untuk bertahan, namun hal itu sia-sia. Semakin lama ia bertahan, semakin pula ia akan menjauh dan akan menghilang. Kalau boleh jujur, ia selalu ingin bisa melihat dirinya lebih lama lagi. Melihat dirinya hidup dengan senyuman lebih lama lagi. Satu kali saja. Kali ini saja. Ia ingin melihatnya.

Matanya menatap kosong.

Air matanya turun kembali. Memikirkan kata-kata itu.

Kapan rasa sakit ini akan hilang?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun