Sesuai arahan pemerintah, masyarakat Indonesia melakukan aktivitas baik bekerja, belajar dan beribadah dari rumah untuk mengurangi penyebaran penularan Covid-19.
Hal ini menyebabkan banyak orang yang jarang keluar rumah dan berada di rumah sepanjang hari dan tidak mendapatkan sinar matahari yang cukup.Â
Menurut Isfardiyana [1] dijelaskan bahwa matahari memancarkan berbagai macam sinar yang dapat dilihat (visible) maupun yang tidak dapat dilihat (invisible) .Â
Sinar matahari yang dapat dilihat (visible)  adalah sinar yang dipancarkan dalam gelombang lebih dari 400nm, sedangkan sinar matahari dengan panjang gelombang 10nm- 400nm  disebut dengan sinar ultra violet  (UV) tidak dapat dilihat dengan mata.Â
Â
Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa sinar UV B dapat menyebabkan sunburn atau eritema pada kulit dan berpotensi menyebabkan kanker kulit.Â
Sinar UV A memiliki panjang gelombang lebih panjang dibandingkan UV B (Kaimal &Abraham, 2011) yang mampu menembus kulit hingga ke lapisan dermis sehingga dapat merusak connective tissue, kolagen, dan elastin sehingga mengakibatkan proses penuaan.Â
Semakin tingi temperature udara maka paparan sinar UV akan semakin tinggi. Walaupun demikian tubuh kita memiliki kemampuan untuk mengurangi dampak dari bahaya sinar UV.Â
Berdasarkan Campbell [3] dijelaskan bahwa ada sel melanin yang menjaga kulit kita dari intensitas cahaya matahari. Â Hal yang sama juga disampaikan oleh Mamoto [4] di mana melanin berfungsi sebagai substansi fotoproteksi (tabir surya alami).