Mohon tunggu...
Taruli Basa
Taruli Basa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Auroraindonet.com

Penulis buku 12 Aktivitas Menyenangkan Penerbit Grasindo, buku IMAGO DEI (Segambar dan serupa dengan Allah) tentang perjalanan missi ke daerah, buku mata pelajaran TK, penulis narasi, cerita pendek dan juga puisi.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Strategi Menanggulangi Anak yang Tantrum Saat Belajar

28 Mei 2024   17:56 Diperbarui: 28 Mei 2024   17:59 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam dunia pendidikan, tentunya setiap hari kita dipertemukan dengan anak didik. Anak didik mempunyai bermacam-macam karakter, sifat, kekurangan dan kelebihan. Pendidikan karakter anak dimulai dari keluarga. Bagaimana ayah dan ibu bersikap dalam keluarga dapat ditiru oleh anak. Namun ada beberapa anak yang terlahir ke dunia dengan berbagai kebutuhan khusus, seperti ADHD, Hyperaktif, Autis dan berkebutuhan khusus lainnya. 

Pada dasarnya semua anak adalah spesial, hanya ada beberapa cara anak spesial dalam bertindak. Ada yang membutuhkan perhatian khusus ketika belajar, ada yang butuh dibantu ketika melakukan akfitifas sehari-hari seperti makan, minum, berpakaian, dan kegiatan sehari-hari lainnya. Namun seiring waktu berjalan, anak akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang membawa perkembangan karakter mereka juga. 

Pada kesempatan ini, penulis ingin membagikan salah satu strategi menanggulangi anak yang tantrum ketika belajar. Pengalaman dalam dunia pendidikan selama dua puluh tahun lebih, bertemu dengan banyak anak didik, terkadang saya melakukan penelitian sendiri hingga mendapatkan sebuah metode dan strategi untuk menunjang proses belajar anak. Namun tidak semua metode dan strategi sesuai dengan kebutuhan anak, karena itu metode dan strategi yang kita lakukan terhadap anak itu berbeda-beda. 

Anak yang tantrum saat belajar, pada umumnya memiliki emosi yang berbeda dengan anak yang pada umumnya. Anak yang suka tantrum tingkat emosinya sangat tinggi, kadang tiba-tiba saja marah, tantrum tanpa sebab. Hal ini pada umumnya dialami oleh anak usia dini hingga SD. 

Pada anak usia dini, orangtua dan guru masih dapat dengan mudah menangananinya, karena secara fisik anak usia dini masih kecil dan masih mudah untuk dipeluk, digendong, atau didiamkan, namun bagaimana jika anak tersebut sudah SD, dalam artian anak tersebut sudah mempunyai tenaga yang kuat untuk meronta, sudah mengerti apa artinya bujukan, sudah tahu penolakan, sudah dapat melawan dan mengatakan apa yang dia tidak suka dan suka. 

Nah bagaimana jika berhadapan dengan anak seperti ini? Ada beberapa strategi yang penulis lakukan ketika menemukan anak yang tantrum saat belajar. 

1. Beri waktu untuk tantrum

Ada beberapa penyebab anak tantrum, yang paling sering adalah, dia tidak menyukai sesuatu. Anak tidak suka mengerjakan PR, tidak suka belajar, tidak suka dengan beberapa mata pelajaran seperti Matematika, anak sudah letih namun dipaksa untuk belajar, anak terlalu banyak bermain games. Nah saat anak tidak suka belajar, namun anak harus belajar maka terjadilah kegaduhan, anak yang suka tantrum, biasanya marah-marah, bisa juga melukai dirinya sendiri, memukul dinding, memukul dirinya sendiri, memukul gurunya, bahkan tidak jarang merusak barang-barang yang ada disekitarnya. 

Jika sudah dalam kondisi seperti ini, guru jangan marah. Memang akan sangat mengganggu dalam proses belajar mengajar, namun sebagai guru tidak boleh memaksa, memarahi atau bahkan mengeluarkan dari ruang kelas agar suasana kelas menjadi kondusif. Yang ada akan timbul masalah baru, jika anak diperlakukan seperti kondisi di atas. Jika sudah tantrum berikan waktu 5 menit buat dia mengeluarkan emosinya, tentunya guru harus waspada dan berhati-hati agar anak tersebut tidak melukai temannya. 

Namanya anak tidak akan selamanya marah, menangis atau tantrum. Ketika  mulai reda, usahakan memeluk dia, membelai rambutnya dan mengatakan dengan lembut, ibu guru sayang "A" sebutkan namanya. Nah setelah reda, baru ajaklah anak perlahan-lahan mengeluarkan isi hatinya, setelah itu diajak untuk aktif kembali dalam proses belajar mengajar atau melanjutkan pekerjaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun