“Terkadang, kesulitan harus kamu rasakan terlebih dulu sebelum kebahagiaan yang sempurna datang kepadamu.” – R.A. Kartini
Hari Kartini diperingati setiap tanggal 21 April. Hari ini menandakan kebangkitan emansipasi wanita yang selama ini dipandang sebelah mata.
Tidak banyak yang mengerti tentang emansipasi wanita. Sebagian besar menganggap wanita hanyalah manusia yang bekerja di dapur, bukan di luar. Mereka yang beranggapan demikian kerap menjadikan wanita sebagai objek yang lemah.
Memang tidak bisa dipungkiri jika tanggapan-tanggapan tersebut masih kental di mata warga Indonesia. Sebagai bukti, 80% posisi penting pemerintahan Indonesia diisi oleh kaum pria. Belum pernah seumur hidup saya melihat wanita menduduki kursi jabatan Gubernur DKI Jakarta.
Belum bukan berarti tidak ada. Seiring berjalannya waktu, mulai muncul wajah baru dalam pemerintahan. Susi Pudjiastuti, contohnya. Beliau adalah mantan Menteri Perikanan dan Kelautan R.I Periode 2014-2019. Susi merupakan menteri wanita pertama yang menduduki jabatan tersebut.
Bergeser sedikit ke dunia jurnalistik. Anda pasti tidak asing dengan nama Najwa Shihab. Mantan presenter Metro TV ini adalah jurnalis favorit saya. Najwa merupakan wanita pemberani nan tangguh yang mampu menyiarkan berita secara faktual.
Pada tanggal 28 September 2020, ia menghebohkan dunia kesehatan dengan mewawancarai kursi kosong yang seharusnya diisi oleh Menteri Kesehatan R.I kala itu, Terawan Agus Putranto. Pada akun Instagram nya ia menyatakan bahwa wawancara itu disengaja agar pejabat publik yang hilang mampu menjelaskan kebijakannya dalam menangani pandemi COVID-19.
Jika berkaca dari kehidupan pribadi, ibu saya yang notabene nya seorang wanita, merupakan tenaga medis di salah satu rumah sakit di Jakarta. Menariknya, direktur dan semua kepala bidang nya pun merupakan seorang wanita. Hal ini menandakan bahwa eksistensi wanita semakin tinggi untuk memimpin suatu instansi.
Bukan hal yang mudah untuk dapat menduduki jabatan sebagai wanita. Terlebih bagi tenaga medis yang sedang berjuang mati-matian dalam pandemi ini. Mereka mengorbankan jiwa, raga, bahkan keluarga demi menyelamatkan nyawa. Tidak sedikit dari mereka yang gugur dalam tugas. Sebagai wanita tentu nya kami memiliki perasaan yang sangat peka terhadap sesama. Dan rumah sakit dimana beliau bekerja telah mengambil langkah tepat untuk mempekerjakan wanita demi kesetaraan.
Bagaimana jika perjuangan wanita hanya berhenti sampai di situ? Perjuangan wanita tidak akan pernah berhenti. Lalu apa yang bisa saya, Anda, dan kita lakukan untuk melanjutkan tongkat estafet kebangkitan kaum wanita?
Find Your Happiness