[caption id="attachment_303968" align="alignright" width="300" caption="Sumber: http://www.warsi.or.id/news/2005/News_200505_Pendidikan.php?year=2005&file=News_200505_Pendidikan.php&id=74"][/caption] Hari-hari ini publik disuguhkan apresiasi tinggi terhadap dedikasi Saur Marlina Manurung atau Butet Manurung. Penghargaan itu dalam bentuk pembuatan filem layar lebar atas perjalanannya selama melayani generasi muda Orang Rimba. Sejak tahun 1999 hingga 2003 Butet bergabung dengan LSM Warsi dalam pengembangan pendidikan untuk suku anak dalam di Taman Nasional Bukit Duabelas/TNBD, Jambi.
Dibandingkan dengan rekannya di Warsi, Butet umumnya lebih dikenal—mungkin salah satu sebab karena kemampuan menulisnya. Bahkan, beberapa penghargaan berhasil diraih, antara lain penghargaan dari majalah Time sebagai "Heroes of Asia Award 2004" dan "Woman of The Year" bidang pendidikan oleh Anteve pada tahun 2004.
Sebaliknya, publik umumnya tidak begitu akrab dengan nama-nama seperti Karlina, Sasa, Huzer Apriansyah, Abdul Rahman, Kartika Sari, Ninuk Setya Utami, Ferry Apriadi, Saripul A Siregar, Agustina D. Siahaan, Oceu Apristawijaya, dan apalagi Priyo Uji Sukmawan serta Yusak Adrian Hutapea. Padahal, mereka adalah orang-orang yang terlibat dalam dedikasi sejenis, dan tidak lebih kurang semangatnya dibandingkan Butet. Apalagi dua nama terakhir yang disebutkan, bahkan mereka harus kehilangan nyawa demi visi dan komitmennya itu.
[caption id="attachment_303967" align="aligncenter" width="270" caption="Sumber: http://www.antarajambi.com/berita/300093/mengenang-yusak-adrian-hutapea-pionir-pendidikan-orang-rimba-jambi"]
Ketika penulis mengintip portal informasi Warsi (di sini), dan menemukan nama-nama selain Butet, muncul rasa kurang puas dalam benak. Rasa-rasanya, kok kita ini kurang berlaku adil terhadap mereka. Adalah kurang pas, nampaknya, jika penghargaan terhadap Butet sedemikian jauh, namun tidak bagi yang lain, utamanya kepada mereka yang bahkan “kehilangan nyawa”.
Yusak: Si Ucok itu
Sebut saja Yusak Adrian Hutape (Yusak). Pada LSM Warsi, Yusak adalah orang pertama yang sesungguhnya menjadi pengajar bagi orang Rimba, bukan Butet. Portal AntaraJambi menyebutkan Yusak sebagai Pioner Pendidikan Orang Rimba. Yusak adalah sosok yang memulai tahapan mengenalkan pendidikan kepada Orang Rimba.
Dalam catatan Warsi (di sini), dikatakan bahwa tepatnya pada Juli 1998 titik awal perjalanan proses belajar baca, tulis dan hitung (BTH) bagi orang rimba itu dimulai. Awalnya dilakukan studi terlebih dahulu pada 15 Juni hingga 15 Juli 1998, serta kemudian dilanjutkan pada 25 Juli hingga 2 Agustus 1998. Proses memulianya bukan langkah yang tidak mudah.
Yusak bahkan sempat diusir, karena dianggap sebagai pembawa penyakit dan dikira sebagai orang perusahaan yang akan merebut tanah mereka, itulah yang realitas yang dihadapi Warsi di fase-fase awal.
Ketika itu, Orang Rimba menganggap pendidikan sebagai keburukan yang akan menghancurkan adat mereka. Akan tetapi, berkat ketekunan dan kesabaran, Yusak dan tim Warsi bisa menyakinkan Orang Rimba terutama di Makekal Hulu, bahwa pendidikan dalam bentuk baca tulis dan hitung tidak merusak adat, tetapi akan bermanfaat untuk kepentingan melestarikan adat itu sendiri.
Tantangan lain adalah adanya berbagai serangan penyakit, digigit nyamuk dan lintah, tersesat di rimba belantara, serta rintangan lainnya. Tetapi hal itu tidak menurunkan semangat Yusak. Tepatnya pada 27 Juli 1998, kerja keras Yusak membuahkan hasil. Terenong, Pengusai, Beseling, Grip, Mendawai, dan Ngentepi menjadi murid pertama Yusak yang mengikuti pelajaran.
Selain cara pandang dan kondisi alam, tantangan lain yag dihadapi adalah terkait metode pendidikan. Dengan berbagai inovasi, akhirnya ditemukan metode yang memadukan unsur alam, adat orang rimba dan pendekatan-pendekatan alternatif yang memasukan unsur kognitif, afektif dan psikomotorik. Metode pendidikannya jauh dari kesan formal. Konstruksi pendidikan yang dikembangkan adalah tanpa ada ruang kelas, tak ada meja dan bangu, juga seragam dan sepatu. Sekolah pun berlangsung di belantara hutan.
Pioner berpulang
Akan tetapi, kiprah Yusak tidak berlangsung lama. Keberhasilannya itu tidak dinikmatinya dalam waktu panjang. Setelah bersama Warsi berhasil menaruh pondasi pendidikan bagi Orang Rimba, Sang Pioner Pendidikan bagi Orang Rimba ini berpulang. Tepatnya pada 25 Maret 1999 lulusan S2 UGM ini meninggal dunia akibat serangan malaria. Yusak meninggal pada usia muda 33 tahun.
Pada perayaan 14 tahun meninggalnya Yusak pada 25 Maret 2013, dan setelah melewati proses panjang, saat ini sudah ada sekitar 400 orang rimba yang memiliki kemampuan baca tulis dan hitung. Itu karena, meski guru pertama Orang Rimba telah berpulang, semangatnya tetap tinggal, dan kegiatan pendidikan terus berlanjut.
[caption id="attachment_303969" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber: http://www.warsi.or.id/news/2005/News_200505_Pendidikan.php?year=2005&file=News_200505_Pendidikan.php&id=74"]
Selama rentang waktu 1998-2013 ada beberapa penerus Yusak termasuk Butet di dalamnya. Sejak 2005 hingga sekarang terdapat nama Ninuk Setya Utami dan Fery Apriadi yang menjadi pengajar bagi Orang Rimba di TNBD itu. Mereka, termasuk Yusak, mungkin tidak menulis tentang kisahnya itu. Namun, adalah perlu kiranya dedikasi yang telah ditorehkan itu juga mendapat ruang apresiasi yang sama. Apalagi dari sisi waktu dan “pengorbanan”, mereka bahkan (bisa disebut) lebih lama dibandingkan dari yang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H