Ditulis Oleh: Diny Khoerudin (Pidi)
Hari raya Natal adalah perayaan ummat kristiani yang dirayakan setiap setahun sekali di akhir tahun pada tanggal 25 Desember, dan seluruh manusia di dunia berlomba lomba mengucapkan "Selamat Natal" sebagai bentuk toleransi walaupun mereka bukanlah ummat kristiani atau kristen.
Pada hakikatnya, bentuk toleransi pada moment tersebut dibuktikan secara nyata yakni membiarkan ummat kristen beribadah dengan tenang, aman, nyaman, kemudian dibuktikan bahwa kita tidak menganggu perayaan hari natal tersebut ataupun melakukan berbagai tindakan yang menyinggung tentang peribatan atau perayaan hari raya tersebut.
Namun dari tahun ke tahun, khususnya kita ummat muslim, seringkali bertindak salah dengan memaknai bahwa bentuk toleransi kepada ummat kristen/kristiani dengan mengucapkan "Selamat Natal" atau "Selamat Natal dan Tahun Baru" bahkan sampai ikut memeriahkan hari raya tersebut dengan membuat ornamen, property, atau atribut yang berbau hari raya Natal setiap setahun sekali padahal ini adalah bentuk salah kaprah dari toleransi.
Dalam sebuah hadist riwayat Abu Dawud, no 4033; Ahmad, Al Musnad, Juz 3 no. 5114; Tirmidzi, no 2836 :
 "Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dalam golongan mereka".
Maka sudah jelas pula apabila kita selaku ummat muslim merayakan dan memeriahkan "Hari Raya Natal" adalah sebuah bentuk menyerupai kaum nasrani atau kristen bahkan pada hadis tersebut kita itu dikategorikan sebagai bagian daripada mereka.
Ada sebuah pertanyaan;
Rosulullah juga toleransi kepada ummat yang lain selain ummat muslim, apakah ini bukan tindakan toleransi? apakah kita tidak mau mengikuti jejak Rosulullah dalam toleransi?
Pertanyaan tersebut salah kaprah, karena Rosulullah bersikap toleransi dengan melindungi ummat lain selain muslim, membiarkan mereka beribadah dengan tenang dan muncul lah istilah kafir dzimmi, tapi Rosulullah tidak pernah mengucapkan, bahkan memeriahkan hari raya mereka, karena dengan mengucapkan atau memeriahkan hari raya mereka atau kebiasaan beribadah mereka adalah bentuk meyakini bahwa kebenaran agama mereka itulah yang terbaik.
Ada pertanyaan lain;
Apakah diperbolehkan jika kita ikut mengamankan dan menertibkan pada saat Hari Raya Natal?
Jawaban nya sudah jelas, jika benar benar urgent atau terdesak, ya silahkan saja dan itu patut dilakukan oleh warga sipil untuk bersama sama menjaga ketertiban dan keamanan, namun jika tidak terlalu penting atau tidak terdesak, alangkah baiknya itu adalah tupoksi TNI POLRI yang lebih berwenang.
Maka dengan jelas, jika kita selaku ummat muslim sangat tidak diperbolehkan merayakan atau memeriahkan Hari Raya Natal, karena sejatinya bentuk toleransi itu bukan seperti itu akan tetapi membiarkan dan memperbolehkan ummat kristiani/nasrani untuk beribadah dengan tenang dan nyaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H