Dalam sejarah, pembentukan mahkamah konstitusi yang pertama di dunia dilatarbelakangi oleh ide pemisahan kekuasaan badan peradilan dalam hal penegakkan konstitusi. Sebagai supreme law, penyelenggaraan negara harus bersendikan konstitusi.Â
Mahkamah konstitusi pun dibentuk untuk menjamin penyelenggaraan konstitusi secara konsekuen dalam negara. Mahkamah konstitusi sendiri berkembang di negara yang menganut demokrasi karena lembaga tersebut hadir untuk menjaga keberlangsungan demokrasi. Kehadirannya sebagai penjaga konstitusi sejalan dengan semangat demokrasi yang menekankan peranan rakyat dalam penyelenggaraan negara. Konstitusi perlu ditegakkan supaya nilai-nilai, cita-cita, dan tujuan yang telah disepakati oleh rakyat diselenggarakan secara konsekuen dalam pemerintahan.
Sebagai sebuah negara demokrasi, Indonesia pada akhirnya juga membentuk mahkamah konstitusinya. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK) lahir pada tanggal 13 Agustus 2003. Meskipun demikian, ide pembentukan MK sendiri telah ada sebelum tahun 2003 yaitu pada perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).Â
Pada perubahan ketiga tersebut, Pasal 24 UUD 1945 menyatakan bahwa MK merupakan salah satu badan peradilan yang menyelenggarakan kekuasaan kehakiman. Ketentuan lebih lanjut terkait kedudukan MK pun dicantumkan oleh perubahan ketiga di Pasal 24C UUD 1945. Selanjutnya, MK secara resmi dibentuk melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) pada 13 Agustus 2003.
Merujuk pada Pasal 24C UUD 1945, kewenangan yang dimiliki oleh MK meliputi menguji undang-undang (UU) terhadap undang-undang dasar (UUD), memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang pemilihan umum. Berdasarkan Pasal 24C UUD 1945, wewenang MK tidak hanya terbatas pada pengujian UU terhadap UUD tetapi juga mencakup beberapa kewenangan lainnya. Berdasarkan hal tersebut, kita dapat melihat bahwa kewenangan MK selain pengujian UU terhadap UUD masih berkaitan dengan penegakkan konstitusi sebagai hukum tertinggi.
Fungsi MK tetap sejalan dengan ide awal dibentuknya MK di Eropa.
Selama perjalanannya, MK terlah memutus banyak pengujian UU yang tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh konstitusi. Dalam banyak kasus, UU yang diuji tersebut ternyata mengurangi hak rakyat yang telah ditetapkan oleh UU ataupun tidak menjalankan kewajiban yang telah dibebankan oleh konstitusi. Kehadiran MK memberikan jaminan kepada rakyat bahwa negara akan selalu berjalan untuk kepentingan rakyat yang telah diatur sedemikian rupa melalui konstitusi.
Kini, MK telah berdiri selama 20 tahun. Selama 20 tahun tersebut, MK menjadi penjamin tegaknya konstitusi dalam kehidupan bernegara. Tugas yang sama akan terus diemban oleh MK selama 30, 40, 50 atau bahkan 100 tahun ke depan. Menegakkan konstitusi secara konsekuen di tengah-tengah perubahan zaman merupakan suatu tantangan yang kompleks. Konstitusi sebagai hukum tertinggi yang merangkum seluruh cita-cita dan tujuan negara harus terus dijalankan dalam setiap penyelenggaraan negara. Hal ini bertujuan supaya penyelenggaraan negara tetap mengarah pada kepentingan rakyat. Pelanggaran konstitusi sama dengan penyimpangan tujuan negara untuk menyejahterakan rakyat.
Dinamika penyelenggaraan negara akan terus mengalami pergolakan di tengah-tengah inovasi teknologi, pergeseran nilai sosial budaya masyarakat, atau perubahan iklim politik. Dalam perjalanan ke depan, MK harus terus melaksanakan tugasnya sebagai penegak konstitusi secara konsekuen. Secara utama dalam hal pengujian UU terhadap UUD. Peranan UU sebagai hukum amat vital.
Penerbitan UU merupakan legitimasi kehadiran aspek yang diatur dalam UU tersebut. Legitimasi memberikan keleluasaan bagi pihak-pihak untuk menyelenggarakan ketentuan yang ada di dalam UU. Berdasarkan hal tersebut, kita dapat memahami pentingnya wewenang MK dalam menguji UU terhadap UUD. MK menjadi satu-satunya lembaga yang dapat membatalkan substansi atau UU secara keseluruhan yang dianggap telah melanggar konstitusi. MK merupakan satu-satunya harapan bagi rakyat untuk mendapatkan hak konstitusinya.
Salah satu contoh kasus adalah pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK). Sejak perancangannya, UU CK telah menuai berbagai kecaman dari rakyat luas. Hal ini dikarenakan substansi UU CK dianggap melanggar hak-hak rakyat dan menyengsarakan rakyat. Meskipun menuai kecaman, UU CK tetap disahkan oleh Presiden dan DPR. Dalam situasi tersebut, MK menjadi satu-satunya harapan rakyat untuk membatalkan pembentukan UU CK. Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa pembentukan UU CK bertentangan dengan UUD 1945 dan memerintahkan perbaikan pembentukan kepada pemerintah dalam tenggang waktu dua tahun.Â