Mohon tunggu...
Goya Kala
Goya Kala Mohon Tunggu... -

lets go

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Jalan jalan ke Sumatera Utara

17 Mei 2015   02:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:54 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Aku jalan dari banda aceh ke Medan. Diajak teman, karena hari libur jatuh pada hari jumat, jadi bisa 3 hari kami liburan.

Hari kamis malam kami berangkat ke medan, pagi hari kami sudah sampai di medan.

Menggunakan gps, kami makan di sebuah rumah makan namanya sinar pagi. Baru kali ini aku lihat rumah makan pagi pengunjungnya yang sangat banyak. Sulit menemukan bangku kosong. Ada dua menu disana, yaitu menu soto dan sup. Sup ada dua jenis, yaitu sup ayam dan sup daging. Pagi itu saya memilih sup daging. Rasanya enak, saya sampai nambah nasinya. Menurut saya lebih enak supnya dari pada sotonya.  Ada dua kasir pada rumah makan ini. Yang satu kasirnya pribumi, pakai jilbab, yang satu cina. Pastilah mereka memiliki masing-masing menu tersebut, apakah yang pribumi memiliki nasi soto, dan yang orang cina memiliki sup atau sebaliknya. Biasa dirumah makan kasirnya adalah pemilik usaha tersebut.  Di pintu masuk kami sudah ditanyain pesan makanan apa, sepertinya seorang penjaga dikususkan untuk menanyakan itu, kemudian penjaga itu memberitahukan ke pelayan lainnya. Menurut perkiraan saya perpaduan antara pribumi dan cina pada rumah makan ini saling menguntungkan. Pribumi yang beragama islam, ditandai dengan menggunakan jilbab, dapat menarik pelanggan terutama dari Aceh. Karena saya lihat banyak orang berjilbab yang duduk disitu, sepertinya orang aceh, lagi pula kata teman saya, biasa orang dari aceh kalo ke medan sarapan paginya disini. Tapi tak mungkin orang pribumi mempunyai usaha sesukses itu. Karena dia join usaha sama orang cina makanya dia sesukses itu. Mungkin manajemennya pakai standar bisnis cina. Jadi kedua pemilik rumah makan itu sama sama cerdas dan sama sama menguntungkan. Sebuah perpaduan antara pribumi dan cina yang sangat hebat menurut saya.

Selepas sarapan kami berangkat menuju danau toba. Masih dengan mengandalkan gps, dengan sedikit berputar putar mencari jalan, akhirnya kami menemukan jalan menuju tebing tinggi. Kami jalan kedanau toba melalui kota tebing tinggi dan pematang siantar. Baru aku tahu ternyata kota tebing tinggi adalah kota yang besar, lebih besar dari kota kota yang ada di Aceh, sama atau bahkan lebih besar dari kota banda aceh. Kanan kiri terlihat perkebunan sawit. Hingga kami sampai ke pematang siantar, kota ini juga kota yang besar. Tak kalah dari kota tebing tinggi. Pada pukul tiga siang kami tiba di danau toba. Kesimpulan ku saat ini adalah ternyata jalan ke daerah tengah yang berada di pegunungan ternyata bisa bagus. Tak selalu jelek seperti jalan ke kampungku, di Takengon, Aceh Tengah.  Saya piker karena ketidak mampuan teknologi untuk membuiat jalan bagus di daerah pegunungan yang berkelok kelok. Wajar saja menurutku daerah tengah Aceh ingin lepas dari provinsi Aceh.

Sore hari di danau toba. Kami foto foto. Teman teman seperjalananku tidak setuju untuk menyeberang ke pulau samosir, padahal aku ingin sekali kesana. Ya sudahlah, mungkin lain kali aku akan kesini lagi. Sorenya kami meninggalkan danau toba, melaui jalan yang Nampak pada peta google map. Kami Tanya sama orang dijalan apakah jalan ini tembus ke kabanjahe, iya tembus, tetapi orang itu juga belum pernah melalui. Satu rombongan keluarga yang berasal dari siantar.

Malam hari sekitar pukul Sembilan kami sampai di berastagi. Mandi air panas. Banyak sekali kolam air panas. Kecil kecil. Banyak pengunjungnya. Cowok cewek gabung. Kolamnya bersih. Tapi airnya terlalu panas menurutku. Tidak semua kolam sama panasnya. Ada beberapa pasangan muda mudi juga bermesraan tapi bukan mesum.

Di kampungku, Gayo, kolam air panas tidak sebagus ini, hanya satu kolam buat masing masing laki laki dan perempuan. Tentunya dipisah. Tapi bagus juga untuk dibuat seperti di sumatera utara.

Malam kami tidur di berastagi, di Bandar baru. Karena penginapannya murah. Seratus dua puluh ribu semalam, satu rumah berisi dua kamar, masing masing kamar ada kamar mandi. Pejaga penginapan menawari kami perempuan.  Entah karena malu, masih perjaka,  larangan agama, atau karena kecapaian, kami menolak. Malam. Tidur nyeyak.

Pagi kami bangun.

Sekian dulu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun