Dua hari yang lalu aku bersama adi dan bang dos pergi ke pasar batu mulia di Ulelheu.  Kami kesana untuk menemani bang dos untuk menjual batu giok nefrit nya. Jadi kusebut saja perjanalan ini sebagai wisata batu mulia Aceh.
Seperti diceritakan bang dos, batu nefrit ada dua jenis yaitu jenis nefrit super atau nefrit jade, satu lagi nefrit kali. Disebut nefrit kali karena batunya berasal sungai. Nefrit super ini harganya Rp. 2 juta per kilogram. berbeda dengan nefrit kali yang hanya Rp. 1 juta per kilogram. Nefrit super warnanya lebih hijau dibandingkan nefrit kali.
Sebelum ke Ulelheu, kami coba menawarkan pada temanku, ded. Kami kerumahnya di kawasan keudah. Awalnya ded berniat membelinya apabila cocok harga dan fisik batunya. Setelah mencermati, Ded tidak jadi membeli batu tersebut, karena warnanya kurang hijau, sementara yang diperlukan ded adalah batu nefrit yang warnanya lebih hijau atau nefrit super. Ded membutuhkanya untuk bahan membuat rencong.
Meskipun aku tinggal di Banda Aceh, baru pertama kali ini aku pergi ke pasar batu mulia di Ulheulee, sebuah komplek pasar yang khusus menjual batu mulia. Kuperhatikan bangunannya tidak seperti baru, mungkin tempat ini memang sudah ada tetapi karena tidak dipakai maka dijadikan tempat pusat penjualan batu mulia. Mungkin tempat itu dibuat untuk dijadikan pasar mini, pasar ikan atau pasar sembako, pikirku, Karena daerah ulelheu adalah daerah pinggir laut dan tempat boat nelayan berlabuh, selain di Peunayong. Maklum, sering kali pemerintah membuat bangunan pasar tetapi masyarakat tidak mau memanfaatkanya. Mungkin karena lokasi yang kurang tepat. belakangan setelah kutanyakan pada seorang penjual batu, dugaan ku benar, bahwa pasar itu telah berdiri sebelum dijadikan pasar khusus batu giok Aceh.
Aku melihat banyak sekali jenis batu, salah satu batu yang menarik perhatianku adalah batu warna warni seperti permen fox, Namun sudah berbentuk mata cincin. Ternyata batu tersebut adalah batu cempaka yang telah di airbrush sehingga warnanya bening seperti permen fox. Si penjual batu juga tak tahu bagaimana cara mewarnai batu tersebut. Harganya dijual Rp. 100 ribu per biji.
Aku tak bisa membedakan antara solar dan kecubung. warnanya hampir sama menurutku.
Solar dijual dengan harga 10 juta per kilogram. Berat bongkahan tersebut ada 4 kilogram, berarti haganya Rp. 40 juta bila terjual. Namun bagi yang ingin membeli, tak mesti beli satu bongkahan penuh, dapat dipotong sesuai kemauan jumlah berat yang akan dibeli. Menurut pengakuan penjual batu tersebut, ada seorang yang sudah membeli setengah kilogram, seharga Rp. 5 juta, tak berapa lama kemudian orang itu kembali lagi untuk membeli setengah kilogram lagi. Artinya batu solar tersebut sudah jaminan akan mendapatkan cincin solar.
Batu mulia lain yang banyak dijual adalah cempaka, lavender dan blackjade. Biasanya black jade dijadikan ring, Â jenis cincin yang keseluruhan lingkarannya terbuat dari batu. Â Namun aku berpikir blackjade lebih cocok dijadikan asbak rokok, selain karena kebetulan bentuknya dipotong petak dan lebar, Â juga karena dirumah belum ada asbak rokok.
Selepas dari Ululheu kami ke Neusu. Disana ada toko batu milik orang Gayo. beda seperti toko batu pada umumnya, ditoko batu ini batunya ditaruh didalam kaca yang berisi air, seperti dalam akuarium. Batunya dipotong kecil-kecil sekitar ukuran 4 cm x 3 cm. Terdapat empat akuarium yang ukurannya masing sekitar 1 m x 1m. masing masing akuarium berisi ratusan potong batu mulia. Tiap akuarium diberi keterangan nama jenis batu, ada batu idocrase lumut Aceh, giok salju, black jade dan nefrit. Â Pengunjung bebas memilih, harganya Rp. 50 ribu per potong. Tentunya bisa lebih murah lagi kalau beli banyak.
Ternyata ada majalah yang khusus membahas batu, ada juga ya? Pikirku. Jadi sambil menunggu bang dos memilih milih batu, aku habiskan waktu untuk membuka lembaran-lembaran majalah itu. Disebuah halaman ada gambar batu yang menurutku lebih menarik bila dibandingkan dengan batu solar, yaitu batu lumut Aceh. Warna batu ini bening kehijauan, namun ada bercak bercak berwarna hijau pekat didalamnya. Bercak hijau itu disebut totol. Â Segera kulihat di salah satu akuarium itu yang bertuliskan lumut Aceh.
Tiba Tiba ada niat untuk membeli batu lumut Aceh ini, mungkin batu dari majalah ini berbahan yang sama seperti yang di dalam akuarium itu, toh namanya juga sama sama lumut Aceh dan harganya cuma Rp. 50 ribu. Bersama adi yang membantuku, dengan menggunakan senter kami pilih satu persatu batu secara acak. Kami yang masih awam batu, memilih satu persatu dengan seksama diantara ratusan potongan batu. Ada satu batu yang agak hitam kehijauan dan ada totolnya, kalau diasah mungkin persis seperti yang gambar pada majalah. Kami sepakat kalau batu yang sedang aku pegang adalah batu lumut Aceh yang persis seperti yang ada pada gambar. Dengan yakin kami mencari batu yang seperti itu lagi. Namun hanya ada satu batu yang seperti itu, yang lain warnanya hijau dan tidak ada warna hitamnya. mungkin memang yang berharga itu langka. Namun, setelah kami tanyakan pada penjaga toko ternyata itu adalah black jade. jadi ada black jade yang nyasar di tumpukan batu lumut  Aceh. haaa.  Kurang lebih satu jam, karena sudah letih berdiri terus dan  jari tangan pun sudah melecup karena terus di dalam air, kami pun menyelesaikan pemilihan batu. Dengan proses seleksi yang ketat, haha, ada empat potong batu lumut Aceh yang menurut kami tidak beda jauh seperti yang dalam gambar majalah itu.