Mohon tunggu...
govinda sai
govinda sai Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Magister Psikologi Sains

Minat pada ilmu dan pengembangan yang fokus pada kesehatan mental

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Efek Racun Sosial Media: Orang Lupa Esensi Belanja dan Pentingnya Menjaga Minimalist Lifestyle

4 Juli 2023   20:10 Diperbarui: 4 Juli 2023   20:14 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sosial media telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan kita. Umumnya sosial media digunakan untuk tetap terhubung dengan teman dan keluarga, mengikuti perkembangan terkini, dan menghibur diri. Tapi, sosial media juga dapat memiliki dampak negatif pada perilaku kita, terutama dalam hal berbelanja.

Bagaimana cara sosial media memicu perilaku berbelanja?

Melalui iklan yang ditargetkan, dengan mengumpulkan banyak data tentang kita, minat, hobi, dan bahkan kebiasaan pengeluaran, data ini kemudian digunakan untuk menargetkan kita dengan iklan produk yang kemungkinan besar menarik minat kita. 

Strategi lain melalui perbandingan sosial. Kita terus-menerus dijejali dengan gambar orang-orang yang hidupnya tampak sempurna. Mereka memiliki rumah yang indah, mobil mewah, dan pakaian desainer, yang kemudian membuat kita merasa perlu memiliki semua hal ini untuk bahagia.

Teori Psikoanalisa – Sigmund Freud : Ketika orang melihat gambar orang-orang yang hidupnya tampak sempurna di sosial media, ini dapat memicu ID. ID dapat mulai menuntut agar orang tersebut membeli barang untuk mencapai tingkat kesempurnaan yang sama. Ego mungkin mencoba untuk menahan tuntutan ini, tetapi ID bisa terlalu kuat. Akibatnya, orang tersebut bisa berakhir dengan belanja berlebihan.

Teori Social Learning - Albert Bandura : Orang belajar melalui mengamati orang lain. Ketika orang melihat orang lain membeli barang di sosial media, mereka mungkin lebih cenderung membeli barang juga. Hal ini karena mereka meniru perilaku orang lain.

Masalahnya adalah hal ini dapat menyebabkan siklus konsumsi yang tidak berujung. Kita membeli barang untuk mencoba mengisi kekosongan, tetapi kekosongan tersebut tidak pernah terasa terisi. Kita akhirnya memiliki lebih banyak barang daripada yang kita butuhkan, dan kita belum tentu lebih bahagia daripada sebelumnya.

 Jadi apa yang dapat kita lakukan untuk menghentikan siklus ini? Salah satu caranya adalah mengadopsi gaya hidup minimalis.

Minimalisme adalah tentang hidup dengan fokus pada hal-hal yang benar-benar penting bagi kita dan menghilangkan sisanya. Jika Anda tertarik untuk mengadopsi gaya hidup minimalis, ada beberapa hal yang dapat Anda lakukan untuk memulainya,

  • Pertama, periksa barang-barang Anda dengan cermat dan tentukan apa yang benar-benar penting bagi Anda.
  • Setelah Anda mengidentifikasi hal-hal yang ingin, simpan/berikan ke orang lain sisanya.
  • Membuat anggaran dan patuh padanya. Ini akan membantu Anda menghindari pembelian impulsif.
  • Terakhir, pastikan untuk melakukan pengurangan barang secara teratur. Ini akan membantu Anda menjaga rumah dan kehidupan Anda terorganisir dan bebas stres.

Menerapkan minimalist lifestyle tidak berarti kita harus menghilangkan semua barang atau menghindari belanja sama sekali. Ini lebih tentang kesadaran dan pilihan yang bijak dalam kehidupan sehari-hari. Melalui kesadaran akan efek negatif sosial media serta pentingnya menjaga pola hidup minimalis, kita dapat menghindari "racun belanja" dan mencapai kehidupan yang lebih sederhana, memenuhi, dan berarti.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun