Saat ini olahraga tidak tampak berkaitan dengan kemanusiaan. Padahal, pada mulanya olahraga itu lahir untuk memanusiakan manusia. Kata lainnya, untuk menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
Nilai kemanusiaan itu misalnya kesetiaan, saling hormat, saling menghargai, kesamaan martabat, kedamaian dan persaudaraan. Ini hanya sebagiannya saja. Yang lainnya bisa ditemukan lagi. Nilai-nilai ini hampir luntur pengaruhnya dalam dunia olahraga saat ini.
Kita ambil contoh seperti ini. Ketika sepak bola diwarnai permainan politik dan uang, olahraga makin jauh dari nilai kemanusiaan. Sepak bola dengan demikian bukan lagi menjadi kegiatan yang mengembangkan nilai kemanusiaan seperti kejujuran.
Pada akhirnya, dunia sepak bola hanyalah ajang merebut kuasa dan pengaruh, mengeruk untung secara ekonomi, dan menjajah kelompok yang lemah.
Indonesia kiranya masih berkutat dengan keadaan seperti ini. Lihat organisasi sepak bola kita PSSI. Dalam perjalanannya selalu saja diwarnai dengan konflik. Entah dengan pemerintah, bahkan dari pemerhati sepak bola seluruh dunia, FIFA.
Keadaan dunia olahraga seperti ini sudah saatnya harus diperbarui. Beruntunglah masih ada orang dan lembaga yang peduli untuk memperbaiki keadaan ini. Tidak tanggung-tanggung, tiga lembaga tinggi berlevel internasional turun tangan.
Ada Paus Fransiskus sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik Roma, Ban Ki-moon sebagai Sekretaris Jenderal PBB dan Thomas Bach dari Ketua Komite Olimpiade Internasional.
Pertemuan yang berlangsung di Aula Paulus VI di Vatikan ini berlangsung tanggal 6 dan 7 Oktober yang lalu. Tema yang diusung pun sangat aktual yakni Olahraga yang Melayani Manusia (Sport al servizio dellโumanitร ).
Pertemuan ini mau menempatkan manusia sebagai pusat dari kegiatan berolahraga. Olahraga memang mesti menjawab kebutuhan manusia dan bukan sebaliknya. Olahraga bukan lembaga bisnis dan ajang perendahan martabat manusia.