Hari-hari ini, dunia olahraga sedang bergetar dengan berbagai cabangnya. Sepak bola Eropa dengan liga champions-nya sedang siap-siap dengan perempat final pada April mendatang. Indonesia dengan cabang bulu tangkisnya berhasil menjadi juara di All England 2017 di Inggris.
Semua ini menjadi oase di tengah buramnya situasi dunia olahraga Indonesia. Tapi, kita tetap berharap, akan ada saatnya, kita pun menikmati indahnya dunia olahraga. Harapan itu sudah muncul mulai dengan dunia sepak bola Indonesia. Tak tanggung-tanggung, harapan tinggi pun diletakkan pada pelatih timnas Indonesia Luis Milla. Sudah saatnya, Indonesia mesti mendapat peringkat yang baik di cabang ini. Tidak keliru kiranya jika kita tengok pada cabang olahraga lainnya seperti bulu tangkis yang namanya sudah mendunia.
Harapan kita memang masih sebatas angan-angan. Boleh jadi kita terlalu tinggi berharap sementara kenyataannya nanti tidak sampai di situ. Tapi tidak apa-apa. Harapan memang mesti tinggi. Harapan tidak boleh setingkat dengan kenyataan. Kalau setingkat dengan dunia ril, itu bukan harapan.
Semua rakyat Indonesia kiranya berharap demikian. Ini bukti cinta pada negara khususnya dunia olahraga. Harapan itu memang mesti datang dari rakyat banyak. Sebab, tanpa dukungan rakyat, dunia olahraga tidak akan berarti. Lihat penonton di All England yang dengan girangnya meneriakkan nama Indonesia di hadapan publik kota Birmingham-Inggris. Ini adalah bentuk cinta warga Indonesia di luar negeri.
Kita yang lain pun boleh meniru teriakan warga Indonesia di Inggris ini, tapi yang lebih penting kiranya adalah apakah kita yang lain juga ikut berolahraga? Ini kiranya lebih penting dari sekadar berteriak mendukung jagoan kita.
Jika kita sudah berani berolahraga, dukungan kita pun akan makin solid. Dukungan itu dengan demikian bukan sekadar teriakan kosong. Dukungan dari pecinta olahraga akan lebih bergema ketimbang mereka yang sekadar berteriak tapi tidak pernah berolahraga.
![Roma vs Lione FOTO: repubblica.it](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/03/18/roma-lione-foto-repubblica-it-58cc16104ef9fd6e16deb716.jpg?t=o&v=770)
Seperti warga Parma yang cinta klub Parma FC, secara nasional warga Italia pun mencintai klub nasional mereka. Baik cabang sepak bola maupun voli (putra-putri), basket, renang, balap motor, dan mobil, dan cabang lainnya. Uniknya lagi, warga Italia tidak saja menjagokan klub-nya tetapi juga ikut berolahraga. Baru-baru ini, badan statistik Italia (Istat) bersama komite olahraga nasional Italia (Coni) baru saja merilis laporan tahunan 2016. Rupanya 1 dari 4 orang Italia berolahraga secara teratur.
Berita ini memang sungguh menggembirakan. Italia dengan angka kelahiran paling sedikit untuk ukuran eropa rupanya tak berpengaruh pada bidang olahraga. Jangan heran jika olahraga masih menjadi bagian dari kehidupan warga yang 22%-nya berumur di atas 75 tahun. Ini berarti olahraga menjadi bagian dari kehidupan anak-anak sampai orang tua di Italia. Kenyataan ini menjadi sebuah kebanggan besar. Ketua komite olimpiade nasional Italia Giovanni Malagò menyebutnya sebagai sebuah hadiah olimpiade. Hadiah ini amat bernilai sebab untuk mendapatkannya dibutuhkan perjuangan besar. Seorang atlet olimpiade mesti melewati latihan di berbagai tempat sebelum sampai pada tingkat internasional itu.
Besarnya partisipasi warga ini membuat Italia menempati posisi ke-9 di benua Eropa sebagai negara yang aktif berolahraga. Ketua Istat Giorgio Alleva pun bangga dengan hasil ini. Menurutnya, ini adalah sebuah kemajuan yang mesti terus ditingkatkan. Italia memang belum menjadi 5 besar. Allevva pun membandingkan dengan Prancis yang setingkat di belakang Italia (urutan 10) dan juga dengan Yunani di depannya (urutan 8). Urutan ini—tegas Alleva—memang  dibuat berdasarkan penelitian pada penduduk 18-29 tahun yang punya ritme olahraga paling sedikit 1 jam dalam seminggu. Agar bisa naik pada tingkat berikutnya, Alevva pun mengajak penduduk Italia yang berkategori ‘malas olahraga’ (sekitar 52,7%-nya adalah wanita) untuk berolahraga, paling tidak memilih 1 dari banyak cabang yang ada.
![Patrizia Panico, Pelatih Perempuan pertama di klub Italia Under 19, FOTO: repubblica.it](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/03/18/pelatih-perempuan-pertama-melatih-laki2-under-19-patrizia-panico-foto-repubblica-it-58cc163bd893731542b43a91.jpg?t=o&v=770)