Banyak yang ‘mengutuk’ Real Madrid dalam final Liga Champions ini. “Belum ada klub yang mempertahankan juara berturut-turut selama dua kali,” kutukan mereka. Kutukan itu pun seakan-akan ingin menciptakan sejarah baru. Akankah kutukan menjadi gema sejarah yang tidak berubah?
Kutukan itu memang beralasan. Dalam sejarahnya, tidak ada klub yang mempertahankan juara dua kali berturut-turut. Banyak pengamat sepak bola mengikuti kredo sejarah ini. Mereka seolah-olah mengabaikan hakikat bola sebagai benda bundar. Karena komentar mereka sedemikian besar gemanya, peluang bagi Madrid pun seolah-olah hilang begitu saja.
Media-media Eropa pun seakan-akan tidak mau mengangkat kepercayaan diri Madrid. Koran-koran Italia misalnya memfavoritkan Juventus. Banyak yang berkomentar, “Inilah saatnya Juventus menang”. Yang lain lagi bahkan ingin mengecilkan kekuatan Real Madrid. “Juventus sudah masuk satu dari klub besar dan terkuat di Eropa.”
Di samping itu, tentu saja ada yang selalu memfavortikan Real Madrid. Menurut mereka, klub Spanyol ini lebih pantas menjadi juara ketimbang Juventus. Komentar seperti memang ada tetapi porsinya kecil untuk ruang yang besar dalam koran dan media Italia.
Warga Italia sendiri dalam beberapa jejak pendapat sepertinya lebih cenderung memfavoritkan Madrid. Mereka tidak mau menjagokan klub negara mereka. Ada yang bahkan berkomentar, “Jika menang dalam Liga Champions ini, Juventus akan makin sombong. Seolah-olah hanya mereka saja yang ada dalam sepak bola Italia.”
Tidak seperti komentar sebagian besar warga Italia, para pemain Juventus sendiri selalu percaya diri. Paulo Dybala beberapa waktu misalnya berkomentar, “Saya ingin mempersembahkan Piala Champions ini untuk para pemain senior di Juventus.” Juventus memang memiliki pemain senior yang hebat dan bahkan menjadi juru kunci. Mulai dari sang kiper Italia sekaligus kapten, Gianluigi Buffon (39), sampai 3 bek tangguh yang hampir setara pengalamannya bersama Buffon: Leonardo Bonucci (30), Giorgio Chiellini (32), dan Andrea Barzagli (36).
Komentar Dybala memang bukan asal bunyi. Apalagi, ia menyampaikan harapan yang kuat ini saat dia berhasil mematikan langkah Barcelona beberapa waktu lalu. Dybala saat itu seolah-olah menjadi Messi yang sesungguhnya. Biasanya, Lionel Messi selalu menjadi favorit yang menggelora penonton stadion. Namun, malam itu gelora yang menggema itu justru untuk pemain Argentina yang lainnya yakni Dybala. Karena kelincahannya di hadapan sang ‘maestro’ Barcelona itu, Dybala pun diancang-ancang menjadi Messi yang sesungguhnya.
Komentar kebanggan seperti ini datang juga dari pemain Real Madrid lainnya yakni Sergio Ramos (31). Ramos dalam beberapa pertandingan menjadi kapten Madrid. Beberapa waktu lalu, dia menunjukkan kebanggaannya kepada media Eropa. “Saya sudah mengirim tiket kepada rekan pemain senegara saya, semoga ia bisa menyaksikan pertandingan kami,” cetusnya dengan bangga. Rekan pemain yang ia maksud itu adalah Gerard Piqué (30).
Entah malam ini, Piquè benar-benar datang ke Stadion Millennium-Cardiff, yang jelas rekannya Sergio Ramos menjadi kapten Real Madrid. Sebagai Kapten dalam Final Liga Champions, Ramos tentu ingin menang. Betapa bahagianya ia jika berhasil dalam pertandingan elit Eropa ini. Dan, malam ini kebanggannya menjadi nyata. Real Madrid menang 4-1 melawan Juventus. Ramos sudah memenuhi targetnya.