Ada yang bilang, seorang nabi tidak dihormati di tempat asalnya. Padahal, di tempat lain, seorang nabi bisa dihormati oleh warga sekitarnya.
Anekdot ini boleh jadi ada benarnya. Cukup melihat kesuksesan para perantau. Bagi perantau, anekdot itu sungguh nyata. Di Indonesia, anekdot itu amat nyata di Jakarta. Banyak pekerja sukses di Jakarta datang dari berbagai daerah di Indonesia. Di Jakarta, pekerja keras itu pun bukan saja menjadi orang sukses tetapi amat dihormati oleh para sahabatnya. Padahal, di tempat asalnya, belum tentu demikian.
Joseph Pulitzer (1874-1911) adalah contoh nyata dari anekdot ini. Dia datang ke Amerika Serikat pada 1864. Di sana, dia menjadi orang sukses. Kesuksesannya bukan tanpa dasar. Dia berasal dari keturunan Yahudi di Hongaria. Sebagai orang asing di Amerika, dia pun melewati masa sulit dalam hidupnya. Masa sulit ini memberinya pelajaran bahwa kesuksesan itu mesti diawali dengan kerja keras.
Angan-angan menjadi pahlawan ini jauh dari bayangannya. Baginya, hidup setelah perang juga menjadi sebuah perjuangan. Perjuangan ini nyata dalam berbagai pekerjaan yang ia jalankan. Dia mulai dengan menjadi redaktur untuk harian berbahasa Jerman di kota Saint Louis, Missouri. Dunia surat kabar ditinggalnya sebentar saat ia menjadi anggota parlemen dan pegawai keuangan di sebuah perusahaan. Dua pekerjaan ini dijalankannya dalam waktu singkat. Dia rupanya tidak ingin menghabiskan waktunya di dua bidang ini.
Dia pun kembali ke dunia surat kabar. Kali ini, dia membeli surat kabar terkenal di kota New York. Surat kabar yang konon hampir kolaps itu dibuatnya hidup kembali. Sehingga, tepat pada 1883, dia membeli koran New York World.Koran inilah yang membuat namanya terkenal. Baginya, koran ini adalah sarana komunikasi bagi para imigran asal Eropa yang datang ke Amerika pada akhir 1800-an.
Pulitzer betul-betul mencurahkan hidupnya dalam koran ini. Pengalamannya bekerja di surat kabar membuatnya makin jago mengelola koran ini. Jangan heran jika sampai pada tahun akhir kejayaannya (1911), oplah koran ini melejit sampai angka 313.000.
Usia New York World memang seperti usia manusia zaman ini. Hidupnya hanya 71 tahun (1860-1931). Dalam rentang itu, koran ini mampu menjadi bagian dari tonggak sejarah Amerika. Pada awal berdirinya, koran ini adalah corong media dari Partai Demokrat. Pada periode 1862-1876, koran ini diambil oleh oleh sang editor sekaligus pemiliknya Marble Manton. Tongkat kepemilikan sampai pada tangan Pulitzer setelah melewati dua tokoh penting lainnya yakni Thomas A. Scott (1876–1879) dan Jay Gould (1879-1883).
Keluarga Pulitzer juga ingin berkiprah seperti Josep Pulitzer. Usaha mereka tidak saja meneruskan kelangsungan hidup koran ini, tetapi juga meninggalkan sesuatu yang sampai saat ini masih bertahan. Saat koran ini ditutup (1931), keluarga Pulitzer meninggalkan harta sekitar 1 juta dolar AS. Uang ini digunakan untuk membangun sekolah dan hadiah dalam bidang jurnalisme. Ini kiranya mimpi Josep Pulitzer, sang pegiat surat kabar.
Sejak tahun 1917, uang ini juga digunakan untuk hadiah Pulitzer (Pulitzer Prize). Tahun ini—tepatnya 10 April nanti—hadiah Pulitzer berusia genap 100 tahun. Pulitzer Prizeadalah hadiah paling prestisius dalam bidang jurnalisme di Amerika Serikat. Dalam perkembangannya, hadiah ini diberikan juga pada bidang lainnya seperti musik dan sastra.