Mohon tunggu...
Gordi SX
Gordi SX Mohon Tunggu... Freelancer - Pellegrinaggio

Alumnus STF Driyarkara Jakarta 2012. The Pilgrim, La vita è bella. Menulis untuk berbagi. Lainnya: http://www.kompasiana.com/15021987

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Puasa Katolik: Ampun Seribu Ampun

2 Maret 2017   06:09 Diperbarui: 4 Maret 2017   14:00 5197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Manusia dari debu, Abu di dahi pada Rabu Abu, FOTO: cantualeantonianum.com

Hanya debulah aku

Di alas kaki-Mu Tuhan

Hauskan titik embun

Sabda penuh ampun

Ampun seribu ampun

Hapuskan dosaku

Segunung sesal ini

Kuhunjuk pada-Mu

Syair ini adalah penggalan lagu berjudul “Hanya debulah aku”. Lagu ini bernada lambat penuh sesal dan bergaya Sunda. Inilah salah satu lagu yang paling tenar—di Gereja Katolik Indonesia—selama masa puasa. Masa puasa ini akan berlangsung selama 40 hari sampai pada Pesta Paskah nanti. Tahun ini, masa Puasa atau juga disebut Prapaskah ini dimulai pada tanggal 1 Maret kemarin.

Lagu di atas menggambarkan sejarah awal manusia. Manusia berasal dari debu. Tampak seperti tidak ada apa-apanya. Nilainya hanya sebatas nilai debu. Memang, manusia tidak bernilai apa-apa terutama di bandingkan dengan Tuhan. Nilainya hanya sebatas debu. Di mata manusia, debu hanyalah sebuah wujud ringan yang mudah terbang ke sana ke mari oleh angin. Debu yang tak bernilai ini rupanya menjadi sesuatu yang bernilai di mata Tuhan. Ya, manusia berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu.

Tuhan kiranya tidak salah memilih debu menjadi sarana untuk membentuk manusia. Debu bersifat ringan sehingga mudah terbang. Manusia kadang lupa akan sifat asalinya ini. Manusia kadang menjadi berat sekali. Berat untuk membantu sesama, untuk mengambil inisiatif, untuk mengakui kesalahan sendiri, untuk berdiam sejenak sebelum berkomentar, dan berat-berat lainnya. Manusia yang berat—dengan demikian—adalah manusia yang lupa akan dirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun