Kehadiran Paus Fransiskus di kota Milan pada Sabtu lalu rupanya meninggalkan kesan mendalam. Kesan itu muncul sebelum dan sesudah kunjungan. Kesan itu muncul dari seorang gadis Muslim yang dibesarkan di kota Milan.
Nibras Asfa (23) nama gadis itu. Ia lahir dan dibesarkan di kota Milan dari orang tua Palestina. Kehidupannya pun tidak bisa dipisahkan dari perjalanan kota metropolitan Eropa ini. Di sinilah tapak sejarah hidupnya dibentuk. Itulah sebabnya, kunjungan Paus Fransiskus menjadi momen sejarah bagi dia. Tulis Asfa, โIni akan menjadi sebuah hari sejarah untuk saya dan kota saya. Lebih-lebih karena tanpa disangka, saya dipilih oleh Keuskupan Milan (Gereja Katolik Milan)โbersama belasan wakil komunitas agama lainnyaโuntuk menyambut Paus Borgolio (nama asli Paus Fransiskus) di dalam Gereja Katedral Milan.โ (Avvenire 25/03/2017*)
Asfa beruntung bisa menyambut Paus secara langsung. Kesempatan langka ini kiranya menjadi kerinduan banyak orang. Betapa tidak, bertemu langsung dengan Pemimpin Gereja Katolik sedunia itu tidak datang setiap saat. Tidak berlebihan jika Asfa bertanya, mengapa saya yang dipilih? Dia pun menjawab dengan nada menduga, โMungkin karena kepolosan saya mengatakan perasaan dan kesan saya kepada Paus Fransiskus.โ
Tiga hari sebelum pertemuan bersejarah ini, Asfa mengikuti pertemuan bersama di kota Milan. Di situlah dia menyampaikan kesannya terhadap pribadi Paus Fransiskus. Asfa melihat Paus ini seperti dia melihat kakeknya sendiri. Paus Fransiskus memang seperti seorang kakek. Sebagai kakek yang dekat dengan cucu-cucunya. Maka tulis Asfa dalam artikelnya, โKesan dan perasaan saya terhadap Paus Fransiskus sama seperti kesan dan perasaan saya pada Kakek saya.โ
Figur kakek iniโmenurut Asfaโada dalam pribadi Paus Fransiskus. Sebagai kakek, Paus di mata Asfa adalah pribadi yang membuat umat Islam merasa tenang. Beberapa peristiwa di Eropa memang membuat sejumlah mata langsung tertuju pada banyak orang Muslim di Eropa. Mata-mata itu kadang membuat situasi tidak nyaman termasuk bagi Asfa.
Meski takut, Asfa tetap yakin, ada orang yang membuat situasi ini tenang. Dan, Asfa menemukan figur itu dalam pribadi Paus. Asfa ingat beberapa waktu lalu saat terjadi ledakan di beberapa tempat di Eropa dan kebetulan pelakunya beragama Muslim, umat Islam dicap sebagai agama-teroris. Cap ini beredar luas di kalangan warga Eropa. Paus Fransiskus dari Vatikan juga mendengarnya.
Alih-alih mengikuti kecaman warga Eropa, reaksi Paus Fransiskus justru membuat umat Islam tenang. Paus tidak percaya dan tidak menerima dua wajah Islam versi media massa. Katanya, โKalian tetap tenang, saya tahu siapa kalian sebenarnya.โ Kata-kata Paus ini seolah-olah meredam badai di tengah ombak yang tinggi.
Dan, Asfa pun merasakan kekuatan dari kata-kata ini. Bagi Asfa, kata-kata seperti ini biasanya lahir dari seorang kakek yang bijaksana. Ingatannya kembali kepada figur seorang kakek dalam keluarga Islam tempat dia dibesarkan. Dari kesan ini, Asfa pun tak segan-segan memberi label Paus Fransiskus sebagai kakek yang bijaksana, yang menyanyangi cucu-cucunya.
Kesan Asfa ini jelas-jelas menggambarkan kepekaan seorang pemimpin agama yang tidak membeda-bedakan pemeluk agama. Paus sebagai orang Katolik justru melampaui sekat agama yang kadang-kadang dipagari tembok aturan kaku dan hukum yang mengikat. Saat tembok itu dilampaui, pesan itu pun sungguh menyentuh hati pendengar. Apalagi pesan yang menyangkut pribadi manusia dan kepentingan manusia pada umumnya.