Mohon tunggu...
Gordi SX
Gordi SX Mohon Tunggu... Freelancer - Pellegrinaggio

Alumnus STF Driyarkara Jakarta 2012. The Pilgrim, La vita รจ bella. Menulis untuk berbagi. Lainnya: http://www.kompasiana.com/15021987

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Di Tangan Remaja Italia, Uang Layaknya Sebuah Pedang

31 Desember 2016   20:23 Diperbarui: 1 Januari 2017   10:27 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Uang jika digunakan dengan baik akan bermanfaat FOTO: oggitreviso.it

Remaja Italia tidak kenal pedang secara fisik tetapi mereka sebenarnya hidup dengan pedang. Pedang mereka adalah uang. Seperti pedang, uang itu bermata dua dalam kehidupan mereka.

Kehidupan remaja tak lepas dari stereotip negatif. Apalagi jika dikaitkan dengan uang. Remaja Italia pun tak ada bedanya dengan remaja di seluruh dunia umumnya. Kaum tuaโ€”yang lahir sebelum merekaโ€”sering memberi cap kurang bagus pada generasi Z ini.

Generasi Z menurut Marc Prensky adalah generasi yang lahir antara 1996-2010. Prensky adalah seorang Konsultan Pendidikanasal New York, AS. Ia kiranya membuat peneltiaian terlebih dahulu sebelum mencetuskan teori "Digital Native" ini. Prensky tentu tidak memberi cap negatif pada generasi Z pada teorinya. Toh, dia hanya mengelompokkan masyarakat menurut kategori lahir dalam sistem teori yang dibuatnya. Penilaian negatif muncul kemudian oleh banyak komentator dari masyarakat sekitar remaja.

Dalam cap yang sering beredar, generasi Z lah yang mendapat cap negatif. Generasi Zโ€”dalam cap yang beredarโ€”dinilai kurang peka dengan penggunaan uang. Dengan kata lain, generasi ini memiliki hubungan yang kurang baik dengan kebiasaan mengelola uang. Penjabarannya bisa lebih detail seperti menghabmburkan uang, foya-foya, tak bisa mencari uang tetapi rakus menghabiskan uang, dan sebagainya.

Cap ini bertentangan dengan harapan orang tua. Banyak orang tua yang ingin agar anaknya rajin menabung. Kelak, mereka tahu betapa pahitnya mencari uang, betapa capeknya bekerja agar memperoleh uang. Remajaโ€”dan anak-anakโ€”memang tidak dibebankan untuk mencari uang. Wajar jika mereka tidak bisa menjadi seperti orang dewasa. Ini tentu jelas. Tetapi, orang tua berharap, minimal anak-anak mereka belajar dan tahu serta sadar akan nilai uang.

Nilai uang bisa berubah menjadi nilai sebuah pedang. Jika digunakan dengan baik, uang itu lebih bernilai dari sekadar nilai yang tertera di uang kertas dan uang logam. Uang itu menjadi sarana pembelajaran misalnya jika digunakan untuk menabung. Sebaliknya, uang bisa menjadi pedang, jika digunakan untuk berfoya-foya. Milsanya dengan uang, Anda bisa melakukan perjalanan panjang sambil bermabukkan. Di ujung jalan, sebelum sampai tujuan, ajal pun datang. Uang akhirnya menjadi tak bernilai dan malahan membunuh pemiliknya.

Baru-baru ini, sebuah lembaga peneltian di Italia memublikasikan hasil riset tentang kehidupan remaja dan uang. Lembaga yang bernama Doxa dan berkonsentrasi dalam Market Research and Analysis ini berpusat di kota Milano. Dari hasil penelitiannya ditemukan bahwa kaum remaja sebetulnya mengetahui dengan baik nilai uang. Mereka tidak beda dengan orang tua mereka. Hasil penelitian ini mungkin mengangetkan bagi generasi sebelumnya yakni generasi kakek dan nenek mereka. Dan, memang justru kakek dan nenek ini yang sering khawatir akan relasi uang dan remaja ini.

Remaja Italia Memberi sumbangan, FOTO: lastampa.it
Remaja Italia Memberi sumbangan, FOTO: lastampa.it
Penelitian ini dibuat dengan melibatkan sekitar 504 orang tua dan juga kaum remaja 12-18 tahun. Sekitar 87% dari kaum remaja dan anak muda yang diwawancarai mengaku memiliki uang di luar uang jajan misalnya dari hadiah ulang tahun, hadiah kecil lainnya dalam pesta sejenis lainnya. Ada juga yang mendapat hadiah karena berbagai alasan seperti juara di kelas (51%), bersikap baik (33%), ada juga yang mendapat uang dengan quota tertentuโ€”semacam gaji kecil-kecilanโ€”dari orang tua (47%). Setengah dari kaum remaja yang diwawancarai mendapat uang dari hasil kerja mereka.

Menarik melihat cara mendapatkan uang dan sumber dana yang mereka terima. Lebih menarik lagi melihat mereka menggunakan uang itu. Penelitian itu memperlihatkan bahwa sekitar 75% dari mereka berhasil menyimpan sebagian dari uang yang mereka peroleh. Ada yang menabungnya di rumah, di bank, dan sebagainya dalam jangka waktu 1x dalam 3 bulan. Berarti setiap 3 bulan ada uang yang ditabung.

Mereka juga rupanya memerhatikan keadaan keluarga dan orang tua mereka. Italia dengan situasi krisisโ€”yang nyatanya tidak begitu melaratโ€”rupanya membuat hati para remaja luluh dan berbalik arah untuk melihat situasi ekonomi keluarga. Sekitar 40% dari mereka menggunakan uang yang diterima untuk membantu keluarga mereka. Ada juga yang berlatih menjadi dermawan dan memberikan uang itu untuk bantuan kemanusiaan. Paling tidak minimal sekali setahun. Biasanya pada akhir tahun.

Cara-cara ini rupanya membantu remaja mengelola uang yang mereka peroleh. Aksi amal yang terakhir adalah cara menumbuhkan rasa peka terhadap sesama. Menggunakan uang untuk membantu sesama dan bukan untuk digunakan sendiri lalu menjadi foya-foya. Inilah sebabnya banyak orang dewasa dari Eropa yang tidak segan-segan memberi donasi alias bantuan kepada siapa saja termasuk menjadi donatur beasiswa kepada para mahasiswa internasional.

Orang Italia dan juga Eropa lainnnya memang dilatih untuk menggunakan uang dengan baik. Dalam tradisi keluarga Italia, orang tua memperkenalkan uang kepada anak-anak sejak umur 7 tahun. Saat itu orang tua membuat rencana masa depan anaknya dengan membuka tabungan di bank. Pada umur 9 tahun, orang tua mulai membicarakan tentang uang secara langsung kepada anak-anak mereka. Pada umur 10 tahun, anak-anak dilatih untuk membayar sendiri dengan uang tunai saat melakukan pembelian di toko. Umur 13 tahun, anak-anak dilatih untuk membeli secara on-line. Umur 14 tahun, anak-anak sudah mulai menerima uang tunai sebagai uang jajan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun