Mohon tunggu...
Gordi SX
Gordi SX Mohon Tunggu... Freelancer - Pellegrinaggio

Alumnus STF Driyarkara Jakarta 2012. The Pilgrim, La vita è bella. Menulis untuk berbagi. Lainnya: http://www.kompasiana.com/15021987

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Dari Vatikan untuk Dunia: Pesan "Urbi et Orbi" pada Paskah 2017

17 April 2017   03:40 Diperbarui: 17 April 2017   18:00 1524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Basilika Vatikan tampak dari depan, FOTO: laporzione.it

“Tuhan benar-benar sudah bangkit”, demikian kesimpulan mereka dalam situasi yang sulit pada Minggu pagi itu. Kesimpulan ini dibuat karena mereka tidak menemukan Dia yang mereka cari.Jadi, kesimpulan ini tampak seperti bernada putus asa.

Inilah narasi bacaan yang didengarkan pada setiap Perayaan Paskah dalam Gereja Katolik. Ungkapan di atas bukanlah bernada putus asa tetapi bernada harapan baru. Seperti kedua perempuan yang bernama Maria dalam kisah itu, manusia zaman ini dilanda penyakit mudah putus asa. Penyakit ini bisa amat berbahaya jika sampai menguasai hampir 100% dari hidup kita. Padahal, jika diobati dengan baik, penyakit itu akan hilang dan akan menjadi sebuah semangat baru. Inilah harapan baru, nuova speranza.

Harapan baru ini menjadi tema khas dalam Perayaan Minggu Paskah. Harapan itu tampak dalam diri Yesus yang hidup atau disebut il Vivente. Karena hidup, Dia bisa berbicara dan mengatakan pada kedua orang yang mencarinya bahwa Dia tidak ada di sini, Dia sudah bangkit. Suara yang keluar dari mulut penjaga kubur itu mampu membangkitkan keyakinan kedua perempuan itu. Mereka pun menyimpulkan, Dia benar-benar sudah bangkit. Kesimpulan ini adalah buah dari kesabaran mereka untuk tidak mudah menyerah dan jatuh dalam penyakit putus asa. Mereka terus mencari dan akhirnya menemukan jawaban melalui mulut malaikat itu.

Paus Fransiskus dalam Pesan “Urbi et Orbi” pada Paskah 2017 kemarin di Vatikan mengatakan bahwa Paskah adalah Pesta Pembebasan. Pada awalnya—kata Paus—perayaan ini menjadi kenangan akan pembebasan orang-orang Yahudi dari perbudakan. Kita kiranya boleh percaya bahwa meski sudah bebas, tema perbudakan itu tetap aktual sampai hari ini. Di sekitar kita masih ada perbudakan. Kata Paus Fransiskus, perbudakan zaman ini adalah budak oleh dosa.

Paus Fransiskus dari balkon Vatikan, FOTO: tgvaticano.it
Paus Fransiskus dari balkon Vatikan, FOTO: tgvaticano.it

Budak dosa begitu kuat menggoda manusia. Budak jenis ini bisa membuat kita tutup mata dan tutup hati. Lihat saja, apa yang tidak kita bayangkan sebelumnya menjadi sesuatu yang nyata di depan mata kita. Jangan heran jika seorang yang kita anggap suci dan menjadi hakim bagi sesama pun menjadi pendosa berat. Saat itu pun, kita baru sadar, rupanya kita berada di jalan yang sesat. Benar kata Paus Fransiskus, saat kita membiarkan diri kita dikuasai oleh dosa, kita akan kehilangan jalan yang benar.Dalam hal ini, kita seperti ternak yang hilang, yang menjauh dari gerombolannya.

Kita memang tidak beda dengan ternak yang hilang itu. Meski demikian—tutur Paus—kita tidak perlu takut. Kita masih punya harapan untuk kembali ke jalan yang benar. Harapan itu nyata karena Tuhan datang mencari kita untuk kembali ke jalan yang benar. Tuhan rela merendahkan derajatnya bahkan sampai mati di kayu salib agar bisa mencari manusia yang terkunci pada jalur yang sesat. Pada titik ini, Tuhan tidak akan pernah lelah. Ini berarti, Dia memang mencintai kita selama-lamanya.

Menurut Paus Fransiskus, ada dua labirin jalur sesat yang membuat kita kesulitan untuk keluar ke jalan yang benar. Keduanya adalah kesepian dan pengabaian. Jika tidak hati-hati, kita betul-betul akan terkunci dalam masalah kesepian dan keadaan diabaikan. Tidak ada jalan lain, selain kita mesti bertahan dalam kesepian sambil meminta bantuan. Demikian pula jika kita diabaikan, kita mesti menuntut agar tidak diabaikan. Dalam bahasa rohani, saat-saat ini adalah keadaan kritis di mana kita bisa berharap pada Tuhan.

Harapan model ini adalah harapan dari orang-orang yang mengalami perbudakan. Mereka betul-betul merasa tidak punya apa-apa lagi hingga hanya satu yang bisa mereka buat yakni berharap. Perbudakan saat ini—menurut Paus Fransiskus—muncul dalam berbagai bentuk. Jika perbudakan sebelumnya hanya dalam bentuk dosa, perbudakan baru muncul dalam bentuk pekerjaan yang tidak manusiawi,perdagangan yang ilegal,diskriminasi, pemerasan seksual, ketergantungan yang berlebihan, dan sebagainya.

Perbudakan semacam ini makin menjadi-jadi. Di Indonesia, berapa kali kita membaca dan melihat berita tentang remaja yang diperkosa. Pada tataran dunia, kita boleh bertanya, berapa banyak wanita di Benua Afrika yang menjadi budak seks para tentara Boko Haram. Berapa banyak anak-anak perempuan dan Ibu-ibu di Siria yang diperlakukan tidak manusiawi. Berapa banyak anak yang dibujukrayu agar bisa menjadi objek pemuasan seksual kaum lelaki. Jika didaftarkan, jumlahnya akan menjadi makin panjang.

Inilah wajah perbudakan zaman ini. Melihat situasi ini, kita pun ikut sedih dan mesti bertanya, apa yang bisa saya perbuat?  Paus Fransiskus dalam Pesan “Urbi et Orbi”-nya mengajak kita untuk berharap dan meminta perdamaian dari Tuhan khususnya untuk warga Suriah, kawasan Timur Tengah mulai dari Tanah Suci, Iraq, dan Yaman. Paus juga menyebut negara-negara Afrika seperti Sudan dan Sudan Selatan, Republik Demokratik Kongo dan Somalia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun