[caption caption="belajar keberanian dengan mendaki gunung"][/caption]
Bagi mereka yang hobi naik gunung, tantangan adalah suguhan yang harus ditaklukkan. Ibarat tukang cetak gol dalam sepak bola, pendaki gunung selalu merasa haus jika belum menaklukkan banyak puncak gunung.
Liburan musim panas kemarin saya isi dengan kegiatan naik gunung. Ini pengalaman pertama bagi saya, naik gunung di Italia. Rupanya butuh 2 tahun untuk bisa mencapai cita-cita ini. Tahun lalu, saya dan teman-teman mampir di daerah pegunungan di Italia Utara ini tapi tidak naik gunung. Kebetulan waktu itu, hanya 3 hari. Kali ini kesempatan itu datang. Tawaran dari teman juga menjadi pendorong yang kuat. Tak ada modal yang bisa diandalkan bagi saya selain rasa percaya diri. Kalau mereka saja sudah lebih dari sekali, masa saya belum coba juga.
ย [caption caption="menjelang pos pertama"]
Menengok pengalaman naik gunung, saya sebenarnya sudah sering naik gunung. Ya, saya sering tinggal di daerah pegunungan. Ke gunung pun bukan hal baru. Bahkan sampai di puncak pun sudah sering. Hanya saja ketinggiannya boleh dibilang pas-pasan. Oleh sebab itu, saya pun tidak pernah menyiapkan apa-apa untuk mencapai puncak gunung. Kala jalan-jalan di hutan, saya sudah sampai di puncak gunung. Demikian juga saat kecil waktu mencari kayu bakar, gunung adalah tempat kami menghabiskan akhir pekan.
Gunung yang saya singgahi itu rupanya tidak ada apa-apanya dengan gunung di Italia Utara ini. Dari cara mendakinya saja sudah berbeda. Bayangkan, harus bersepatu, bertongkat, malahan ada ayng menganjurkan membawa kaus tangan dan jaket anti angin. Tentu sudah pasti membawa bekal, entah biskuit, roti, buah-buahan, aqua, dan jenis minuman lainnya. Dari sekian yang terdaftar di sini, saya hanya membawa tongkat, sepatu gunung, dan aqua serta biskuit untuk mengganjal perut. Kami memang tidak berencana untuk mencapai puncak yang banyak sekali. Kami hanya menargetkan sampai pada pos ketiga. Kalau kuat sampai pos keempat. Sementara waktunya hanya 7 jam. Dari jam 8 sampai jam 3 sore.
ย [caption caption="istirahat sejenak di pos 2"]
Saya sudah membangun niat agar pendakian ini berhasil. Capek boleh asal sampai pada pos yang kami targetkan. Saya sudah bertanya-tanya pada 2 teman saya tentang cara naik gunung, bagaimana mencari jalan singkat, bagaimana mendaki di bebatuan, bagaimana menjaga tubuh agar tidak cepat capek. Mereka berdua adalah ahli dalam pendakian ini. Satunya lebih dari 4 kali mendaki di daerha ini, satunya lagi lebih dari 6. Saya memberi rambu-rambu juga jika terjadi sesuatu (capek, pingsan, dan sebagainya) di gunung nanti, kalianlah yang harus jadi penopang agar saya bisa sampai garis akhir.
ย
Pagi pukul 8, kami berangkat dari rumah. Saya membawa tas berisi biskuit. Tidak berat, toh biskuitnya hanya 4 bungkus. Dengan ini, langkah kaki saya jadi ringan dan lebih cepat. Dari tanjakan kecil dan lurus, ke tanjakan tinggi dan tikungan tajam. Kami mengisi botol air kami dengan acqua yang ada di pos pertama. Kami menargetkan bahwa kehausan akan muncul setelah pos pertama. Sebelum masuk pos pertama, kami menyaksikan para pembalap sepeda gunung. Jumlahnya banyak. Barisannya juga rapi. Saya bayangkan bagaimana barisan ini jika sampai di gunung? Kami juga masih melihat bis dan mobil kecil yang mengangkut penumpang sampai ke pos yang bisa dilalui kendaraan roda empat.
ย [caption caption="hanya tali besi dan anak tangga sebagai penopang"]