Mohon tunggu...
Gordi SX
Gordi SX Mohon Tunggu... Freelancer - Pellegrinaggio

Alumnus STF Driyarkara Jakarta 2012. The Pilgrim, La vita è bella. Menulis untuk berbagi. Lainnya: http://www.kompasiana.com/15021987

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Serunya Atraksi Parasut Tandem ala Orang Italia (7)

10 Juli 2016   01:36 Diperbarui: 10 Juli 2016   01:42 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sedang coba-coba sambil melipat payung, FOTO: www.molveno.it

Membahas Molveno tidak akan selesai.Terlalu kaya untuk diolah sumber-sumbernya. Satu per satu kekayaan itu dibagikan biar menjadi pelajaran penting bagi kita.

Kesan awalnya mungkin seperti ini. Indonesia harus belajar dari Italia untuk mengelola pariwisatanya. Ya, kita semua warga Indonesia memang harus tahu bagaimana mengelola pariwisata. Pembahasan kemarin di sini kiranya menjadi gambaran kita.

Mengelola danau saja tidak cukup dengan membersihkan kawasan sekitar danau. Mengelola danau berarti mengelola juga hal lain terkait keberadaan danau. Sarana pendukung di sekitar danau. Dengan demikian, danau itu betul-betul menjadi pusat pariwisata. Sementara sarana lainnya menjadi penunjang.

Di Molveno, misalnya ada juga sarana olahraga yang memadukan Danau Molveno dan pegunungan sekitarnya. Salah satu bentuk paduan ini adalah atraksi Parasut Tandem. Ini adalah model olahraga terjun payung secara berpasangan. Parasut single kiranya tidak asing bagi kita. Hanya saja, biasanya permainan ini dibuat oleh para tentara atau polisi.

Seingat saya, di beberapa daerah di Indonesia ada permainan seperti ini. Pemainnya pun hanya di kalangan militer. Entah mengapa hanya mereka. Mungkin ada juga kalangan di luar militer. Saya belum pernah lihat dan saya juga tidak serius menceknya. Maklum, bukan pengamat.

Permainan yang tenar di kalangan tentara ini juga kiranya belum dikelola dengan baik. Ini dilihat dari adanya kecelakaan saat penerjunan berlangsung. Entah sarananya tidak bagus. Entah pelatihannya kurang. Dan entah lainnya. Yang jelas, korbannya juga dari kalangan tentara.

sensasi selfie di atas parasut, FOTO: www.molveno.it
sensasi selfie di atas parasut, FOTO: www.molveno.it
Di Molveno, permainan terjun payung ini juga ramai. Kalau di Indonesia hanya terkenal di kalangan militer, di sini justru sebaliknya. Permainan ini untuk umum. Maka, banyak di antara pengunjung yang ikut ambil bagian. Kalaupun ada dari kalangan militer, dalam permainan ini tidak ada penggolongan. Maksudnya, kita tidak akan masuk sebagai anggota militer. Peserta tetap masuk sebagai pemain terjun payung saja. Jadi, tidak dibedakan.

Permainan ini memang berisiko tinggi. Itulah sebabnya, sebelum kita mendaftarkan diri, ada syarat yang harus dipenuhi. Ditanya kondisi kesehatan, tekanan darah, dan sebagainya. Ini untuk mereka yang sudah lulus sekolah atau praktiknya. Untuk yang sama sekali baru, akan diberi latihan atau sekolah khusus.

Dalam situsnya di sini ditulis bahwa sekolah terjun payung ini sudah berlangsung selama 25 tahun. Sekolah ini hanya mendidik mereka yang mau menjadi pilot terjun payung. Maksudnya, mereka yang menjadi nahkoda dalam terjun tandem ini. Maka, kalau mau jadi pilot terjun, ikutlah sekolah ini.

Ini berarti peserta lain yang tidak ikut sekolah bisa menjadi peserta terjun payung. Penerjunan tandem ini memang tidak bisa dibuat sendiri. Maksudnya, selalu disertai oleh pilot dari pihak pengelola terjun.

Di Molveno, para pilot ini sudah makan garam dalam bidangnya. Merekalah yang menghidupkan dan mengembangkan olahraga terjun payung ini. Sebut saja pilot yang namanya tenar di kalangan internasional seperti Luca Donini. Donini pernah menjadi juara dalam pertandingan tingkat internasional dan tingkat Eropa.

Jika Anda berkunjung ke Danau Molveno, setiap hari ada atraksi Parasut Tandem ini. Tentu saat cuaca bagus, tidak hujan, tidak mendung, tidak angin kencang, tidak gerimis, dan sebagainya. Bulan-bulan Juni-Agustus biasanya menjadi bulan favorit bagi parasutis (pasukan penerjun payung). Di musim panas inilah mereka beratraksi.

Memandang dari ketinggian di sekitar pegunungan di sekitar Danau Molveno, FOTO: www.iflytandem.it
Memandang dari ketinggian di sekitar pegunungan di sekitar Danau Molveno, FOTO: www.iflytandem.it
Tetapi, di luar musim ini masih bisa. Di Molveno misalnya, masih terlihat atraksi parasutis ini di musim dingin. Mereka berpadu dengan para pemain ski-salju. Sama-sama berangkat dari gunung. Kalau pemain ski-salju melaju dari gunung dan terus mengikuti jalan salju, parasutis ini justru dari gunung ke udara, lalu turun ke darat lagi.

Danau Molveno menjadi daya tarik tersendiri bagi para penerjun payung. Ada sensasi tersendiri ketika Anda berada di atas danau Molveno dengan parasut ini. Ini kiranya tidak terlepas dari strategi yang digunakan. Melayang dari ketinggian 1400 meter di beberapa gunung di sekitar Molveno dan turun tepat di atas Danau Molveno sekitar 865 meter di atas permukaan laut.

Bayangkan betapa indahnya pemandangan yang tersaji. Dari udara yang tampak sangat jelas adalah hijau atau birunya danau Molveno. Tetapi masih ada pemandangan lainnya misalnya mengkilatnya butiran salju di permukaan pegunungan, mengkilatnya beberapa bukit batu, juga pemandangan di sekitar pantai-danau Molveno, dan pemandangan perumahan serta taman-taman yang ada di sekitar Danau Molveno.

Deskripsi inilah yang diakui para penerjun payung di Danau Molveno. Bayangkan jika penerjun payung ini berhasil memperpanjang daftar deskripsi ini dan memublikasikannya di situs mereka, semakin banyak pengunjung yang datang ke Molveno. Mereka yakin akan deskripsi ini dan ingin memilikinya juga. Maka, akhirnya memang Danau Molveno menjadi daya tarik tersendiri.

sedang coba-coba sambil melipat payung, FOTO: www.molveno.it
sedang coba-coba sambil melipat payung, FOTO: www.molveno.it
Daya tarik ini bukan saja untuk para penerjun. Para penonton juga ikut tertarik. Suatu pagi, saya menonton atraksi penerjun single selama beberapa jam. Dengan teropong lensa jarak jauh, saya mengarahkan pandangan ke langit. Di sana sudah muncul dua penerjun. Mereka mengitari kawasan danau dan beberapa pegunungan sekitar, lalu turun dan mendarat di atas danau Molveno.

Di tengah danau, sudah ada landasan seperti helipad kecil berwarna oranye. Mereka yang jago akan mendarat tepat di atas landasan oranye itu. Di sana sudah ada 2 petugas yang selalu stand by menyambut penerjun dan membantunya melipat payung saat mendarat.

Selain 2 petugas ini, ada juga 2 speedboat beserta kelompok regunya yang berlabuh di sekitar landasan oranye. Speedboat ini biasanya digunakan jika ada penerjun yang turun tidak tepat sasaran. Dan, jumlahnya banyak sekali. Gagal target, katakan demikian. Dengan cepat dan sigap regu ini membantu penerjun. Menaikkannya ke atas speedboat dan melipat payungnya. Lalu, dibawa ke pinggir danau di mana ada kelompok panitia penerjun. Penerjun ini bagaimana pun akan mendekati arena landasan untuk mengantar penerjun ke tempat istirahat.

Dalam kesempatan lain ada juga penerjun yang gagal. Entah dia atau peralatannya yang kurang beres. Saat itu, waktu mau turun di atas landasan, payungnya tidak terbuka dengan baik. Keluar bunyik proook..yang membuat kaget para pengunjung yang berada di pantai-danau. Rupanya payungnya robek sehingga dia turun dengan alat terjun tanpa payung. Tetapi, uniknya dia jatuh hanya beberapa meter di sekitar landasan. Dia hanya butuh waktu 2 menit dengan berenang untuk mencapai ujung landasan. Segera pasukan speedboat mengangkatnya.

Menarik di sini karena rupanya regu kesehatan juga sudah siap. Di dekat meja panitia, ada 2-3 mobil ambulance. Selalu siap jika terjadi kecelakaan yang membahayakan. Memang permainan yang berisiko ini rupanya didukung oleh sistem keamanan yang ketat.

Sampai di sini sudah jelas, betapa mengelola pariwisata danau itu menarik sekaligus rumit. Berapa jumlah biaya yang dikeluarkan untuk membuat sistem ini? Khusus untuk terjun payung saja pasti besar. Bayangkan membangun jalan sampai ke gunung di mana penerjun diterjunkan. Membuat penelitian tentang kondisi angin, danau, pegunungan, dan sebagainya.

Semua itu bisa dibuat dalam waktu yang lama. Persiapannya butuh waktu dan kerja sama semua warga. Jangan lupa juga dukungan pemerintah. Di Italia biasanya pengelola utama adalah pemerintah daerah. Dialah yang menggerakkan pengembang lainnya. Pengembang ini bertanggung jawab langsung kepada pemerintah setempat. Negara (pemerintah pusat) hadir secara tidak langsung alias sebagai pendorong saja.

Sekadar berbagi yang dilihat, ditonton, dirasakan, dialami, dibaca, dan direfleksikan.

Tulisan terkait dari urutan terakhir:

MLV, 10/7/2016

Gordi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun