Malam pertama selalu menjadi sejarah tersendiri dalam hidup. Seperti hari pertama dalam kerja, malam pertama juga selalu akan dikenang.
Hari pertama masuk sekolah atau universitas menjadi bahan kenangan yang akan selalu diceritakan. Demikian juga dengan malam pertama untuk pasangan muda akan menjadi kenangan tersendiri. Tak jarang, agar kenangan ini menjadi indah, pasangan pun berusaha mengisi malam ini dengan hal yang indah mungkin.
Malam pertama di Gunung dan Danau Molveno ini juga menjadi kenangan indah tersendiri bagi saya. Saya mencoba untuk tidak menyiapkan sesuatu yang khusus atau mengisi dengan yang indah di malam pertama ini. Hanya ingin melewatinya dengan sensasi alami.
Malam pertama pun menjadi bahan permenungan saat saya bangun di pagi hari. Betapa tidak menakjubkan, saat bangun, saya disuguhkan pemandangan indah. Jendela bagian luar yang saya biarkan terbuka kemarin mengizinkan cahaya pantulan dari luar masuk. Kamar saya pun menjadi terang. Mata saya terbuka lalu bangkit dari tempat tidur dan segera melihat apa yang terjadi di luar.
Betapa indahnya alam. Demikian kalimat yang muncul spontan. Gunung-gunung memancarkan wajah cerahnya. Di beberapa bagian puncaknya masih ada selimut awan putih. Juga ada bekas salju yang membeku meski musim panas sekali pun. Perpaduan antara warna awan dan bekas salju dengan warna puncak bebatuan hitam keabu-abuan itu menjadi indah. Kontras yang memancarkan keindahan.
Melihat ke atas lagi, ada langit biru. Gunung-gunung dan deretan puncak itu memang menjadi indah jika di belakangnya ada awan biru. Awan biru menyimbolkan cerahnya alam. Membuka cakrawala pandangan manusia yang melihatnya.
Bunyi-bunyi inilah yang meredam riaknya gelombang kecil danau Molveno ini. Hanya satu dua kali saja terdengar bunyi speed boat dari penduduk lokal yang menyeberang danau. Juga bunyi sampan tradisional nan unik yang sekadar ingin menikmati udara pagi di danau ini.
Pemandangan ini memang berbeda kala saya jalan-jalan di pagi hari, pukul 06.00, sambil membaca buku di pinggir danau ini. Dua tahun belakangan, inilah yang saya buat kala berlibur di danau ini. Tapi, hari ini saya memutuskan untuk menikmatinya secara alami. Tak perlu membaca buku. Cukup menikmati alam yang begitu besar ini.
Ucapan terima kasih ini tak berhenti di sini. Ucapan ini saya bawa juga saat mengikuti Misa pagi bersama seorang pastor dan ketiga sahabat saya. Di kapel rumah ini, kami memanjatkan doa dan terima kasih itu pada Dia yang menciptakan ketakjuban ini. Ini adalah misa kedua bagi saya setelah kemarin malam, sebelum makan, kami merayakannya.