Mohon tunggu...
Gordi SX
Gordi SX Mohon Tunggu... Freelancer - Pellegrinaggio

Alumnus STF Driyarkara Jakarta 2012. The Pilgrim, La vita è bella. Menulis untuk berbagi. Lainnya: http://www.kompasiana.com/15021987

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menyusuri Jalan Tol Terpanjang di Italia

14 Juni 2016   15:22 Diperbarui: 15 Juni 2016   01:24 799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tiba di Parma, mata segar, melihat air mancur di musim panas, salah satu sudut kota Parma

Pengguna jalan jarak jauh akan senang jika bisa melewati jalan tanpa hambatan. Jalan ini sering disebut jalan tol. Tujuannya memang menghindari kemacetan. Jadi, bebas hambatan.

Di Italia, jalan tol mempunyai peran penting. Jalan yang disebut autostrada ini tersebar hampir di seluruh wilayah Italia. Dari Utara ke Selatan. Kode jalan tol di Italia ditandai dengan huruf dan angka. Misalnya Jalan Tol A1, atau disebut Autostrada 1, adalah jalan tol pertama di Italia. Saat ini, ada banyak tol yang menghubungkan berbagai kota di Italia. Yang berkode A saja sekarang sudah sampai belasan, kira-kira sampai A 34. Boleh jadi ada kode lain tetapi yang paling umum adalah A, singkatan dari Autostrada.

Selain kode huruf dan angka, ada juga jalan tol yang menggunakan nama tertentu. Misalnya untuk autostrada A1, ada nama lainnya yaitu autostrada del sole atau disingkat Autosole, jalan tol matahari. Nama ini diambil karena jalan tol ini memang selalu berpapasan dengan sinar matahari. Dari Milan ke Roma misalnya, jalan ini bergerak berlawanan dengan matahari pagi. Sedangkan arah sebaliknya bergerak melawan matahari sore hari. Itulah sebabnya jalan ini selalu disinari matahari.

Jalan tol A1 adalah jalan tol pertama dan terpanjang di Italia. Jalan tol ini menghubungkan kota Milano dan Napoli dengan panjang 759,4 kilometer. Ide pencetus pembuatan jalan tol ini adalah keinginan dari pemerintah dan rakyat Italia di tahun 1950-an untuk memiliki medan transportasi yang lancar dan hemat waktu. Saat itu Napoli dan Milano adalah dua kota yang geliat ekonominya tinggi. Sayang, untuk menghubungkan keduanya butuh waktu 2 hari. Ini tentu tidak mendukung perkembangan ekonomi. Maka, lahirlah ide pembuatan jalan tol ini. Waktu 2 hari pun dipotong menjadi maksimal 5 jam saat ini dengan Jalan Tol A1. Jadi, jarak Milano (Utara Italia) Napoli (Italia Selatan) menjadi lebih dekat.

Menjelang siang, jalan tol ramai, tetapi tetap teratur, memasuki sebuah terowongan jalan tol, di dekat provinsi Toscana
Menjelang siang, jalan tol ramai, tetapi tetap teratur, memasuki sebuah terowongan jalan tol, di dekat provinsi Toscana
Jalan tol yang makin ramai saat ini muncul berkat kerja keras Sang Insinyur Fedele Cova. Dialah ketua tim pengerjaan jalan tol yang dikerjakan sejak 1958 ini. Cova menggunakan dengan baik kepercayaan yang dia terima dari pemerintah dan warga Italia saat itu sehingga jalan tol selesai dikerjakan dalam tempo 6 tahun. Tepat tanggal 4 Oktober 1964, jalan tol ini diresmikan oleh Aldo Moro, Presidenza del Consiglio, Ketua DPR Italia saat itu.

Cova dikenang dengan jasanya ini. Dialah pembuka pintu untuk jalan tol lainnya di Italia yang hingga kini jumlahnya banyak. Jalan tol yang dia kerjakan ini amat bermanfaat bagi warga Italia. Dia membuat warga Italia senang karena jalan ini melewati tempat tinggal mereka terutama yang berada di 6 provinsi (regione) yakni Lombardia (ibu kotanya Milano), Emili-Romagna (Bologna), Toscana (Firenze), Umbria (Perugia), Lazio (Roma), Campania (Napoli). Kalau dihitung-hitung, jalan tol A1 ini melewati kota-kota besar ini beserta kota-kota kecil lainnya di 5 provinsi ini.

Jalan Tol A1 melewati kota besar seperti Firenze, Milano, Parma. Saat mau keluar dari Jalan Tol A1
Jalan Tol A1 melewati kota besar seperti Firenze, Milano, Parma. Saat mau keluar dari Jalan Tol A1
Saya beruntung pernah merasakan sensasi jalan tol A1 ini. Berangkat dari Roma pada pagi hari pukul 6.30 dan tiba di Parma pukul 11.00. Jarak Roma-Parma sekitar 462 kilometer. Total lamanya perjalanan adalah 4,5 jam. Ini lama perjalanan normal ditambah dengan waktu istirahat.

Saat kami berangkat, Roma masih pagi tetapi sudah ada mentari. Maklum, saat itu musim panas, September 2013. Dari jalan kota Roma terus keluar kota, melihat sejenak lo stadio Olimpico, Stadion Sepak Bola-nya Roma dan Lazio. Dari mobil, kami hanya melihat bagian sisi penontonnya saja. Lain waktu, harus mampir. Sang guide kami memberitahukan bahwa inilah stadion kota Roma, tempat Francesco Totti bermain. Kami bertiga yang orang asing ini langsung melihat ke arah stadion. Mobil bergerak pelan-pelan. Toh tidak banyak mobil yang lalu lalang di pagi seperti ini.

Mentari di bukit kota Roma, saat musim panas
Mentari di bukit kota Roma, saat musim panas
Setelah melepas, pemandangan stadion ini, kami memasuki jalan tol A1 ke arah Milano. Tidak perlu berhenti untuk membayar jalan tol karena mobil kami dilengkapi dengan sistem kartu pra-bayar. Kartu dari pengelola jalan tol itu dipasang di mobil, di beranda depan, di dekat tempat sopir. Dengan kartu itu, palang tol terbuka dan akan berbunyi tit tit. Tentu di sini laju kendaraan harus pelan-pelan agar sensor jarak jauh yang menghubungkan kartu dan palang pintu tol berfungsi.

Setelahnya, mulailah petualangan kami di tol terpanjang di Italia ini. Matahari memburatkan sinarnya di beberapa lereng dan bukit di sekitar Jalan Tol. Mata saya segar melihat pemandangan seperti ini. Ada juga toh, pemandangan pedesaan seperti ini. Bayangan langsung kembali ke Indonesia, di deretan lereng hijau dan bukit indah. Sejenak, setelah lereng ini, tiba-tiba, jalan tol terasa gelap. Hanya ada lampu penerang jalan. Rupanya, kami sedang menyusuri gunung. Ya, di beberapa tempat, jalan ini rupanya membelah gunung. Maksudnya, jalan tol dibuat di kaki gunung. Masuk dari bagian lain dari gunung itu, dan keluar di bagian lainnya. Ini tentu untuk menghemat waktu. Daripada mengitari gunung, apalagi mendaki bukit, lebih baik masuk di dalamnya. Tentu ini pekerjaan sulit. Tetapi, inilah betapa hebatnya Italia membangun jalan ini.

Di sebelah gunung, terpancar pemandangan hijau yang berbeda lagi. Ada gunung di sebelah sana tetapi ada hamparan rata di dekat jalan. Rupanya kami sedang menyusuri kawasan di mana ditanam sayur-sayuran musim panas. Misalnya, tomat, jagung, bayam, dan sebagainya. Sayuran ini hidup hanya di musim panas saja. Jadi, kawasan ini dipenuhi dengan tanaman ini. Saya bertanya pada sahabat kami kalau di sini ditanam padi juga. Saya memang melihat pemandangan seperti padi tetapi di hamparan yang lebih luas. Beda dengan padi di kampung saya yang ditanam dengan sistem petak-petak atau teras sering. Sahabat kami menjawab, di Italia memang ditanam padi. Tetapi, hamparan yang ada di depan kami ini bukan padi, melainkan gandum.

Salah satu bukit dan gunung yang tampak di sekitar Jalan Tol A1
Salah satu bukit dan gunung yang tampak di sekitar Jalan Tol A1
Setalh 2 jam perjalan, kami berhenti sejenak untuk mengisi bahan bakar mobil kami. Saat itulah saya bertanya pada sahabat kami yang fasih berbahasa Indonesia ini. Dua sahabat kami memang menguasai beberapa bahasa. Mereka pernah hidup lama di luar Italia. Satunya di Indonesia, satunya di Brasil. Jadi, komunikasi kan pun mudah entah dengan bahasa Indonesia, Portugis, Spanyol atau Inggris. Tetapi kami menggunakan bahasa Indonesia saja. Atau untuk sahabat saya dari Meksiko bisa bertanya dalam bahasa Spoanyol dan dijawab dalam bahasa Italia atau Portugis.

Dari dia, saya tahu banyak hal. Misalnya tentang tempat pemberhentian seperti ini. Di sepanjang jalan tol rupanya, disediakan tempat pemberhentian. Ada yang berupa tempat pengisian bahan bakar, warung makan, bar, atau juga tempat pemberhentian untuk meminggirkan mobil saja. Jadi, ada satu bagian kecil di pinggir jalan untuk mengistirahatkan pengemudi. Jangan ditanya toilet yah, karena di semua tempat pengisian bahan bakar dan warung, selalu ada toilet gratis. Tidak seperti di Indonesia selalu dibayar meski di beberapa tempat kebersihannya dipertanyakan.

Tempat pemberhentian ini sudah diatur jaraknya yakni setiap 45 kilometer. Perhitungan ini muncul dari penilaian bahwa setelah mengemudi sepanjang 45 kilometer, pengemudi boleh jadi mulai capek. Ini untuk menghindari kecelakaan. Jalan tol memang bukan jalan pribadi. Jadi, satu kecelakaan biasanya dan selalu berakibat pada minimal dua belah pihak. Kalau pun satu orang yang mengalami kecelakaan, ini pun akan merugikan yang lainnya. Misalnya jalan jadi macet.

Hamparan sayuran yang ditanam saat musim panas di sekitar Jalan Tol A1
Hamparan sayuran yang ditanam saat musim panas di sekitar Jalan Tol A1
Setelah 15 menit berhenti, kami berangkat lagi. Masih 2,5 jam lagi sampai tujuan. Sahabat kami ini memang sudah menginjak masa tua, 73 tahun, tetapi nyetir mobilnya kencang. Minimal 100 kilometer per jam. Asal ada peluang sedikit saja, dia nyalip. Jadilah kami di depan. Kecepatan maksimum di jalan tol di Italia memang hanya 130 kilometer per jam. Jalur mendahului atau di jalur tertentu bisa menjadi 150 km per jam. Dan di jalur tengah hanya 90 km per jam. Sedangkan di jalur lambat tidak boleh di bawah 60 km.

Sistem mengemudi di Italia berbanding terbalik dengan indonesia. Di sini jalannya di jalur sebelah kanan karena sopirnya ada di bagian kiri. Meski demikian, di jalan tol, saya juga melihat mobil dengan sopir di sebelah kanan seperti di Indonesia. Rupanya mobil seperti itu berasal dari Inggris. Jalan tol ini memang dilalui banyak wisatawan Eropa. Berbagai model plat mobil pun muncul. Untuk negara-negara Uni-Eropa mudah dihafal karena warnanya sama, putih-biru. Di luar itu, agak bervariasi misalnya seperti Swiss dan sebagainya. Dan, rupanya jalan tol A1 ini termasuk bagian dari Jalan Tol Eropa, Roma-Amsterdam dengan kode E35.

Bagus juga yah, jalan-jalan di Eropa. Melewati beberapa negara seperti melewati beberapa kota dalam satu pulau di Indonesia.

Roma-Parma dalam waktu 4,5 jam untuk 462 km. FOTO dari google map.
Roma-Parma dalam waktu 4,5 jam untuk 462 km. FOTO dari google map.
Perjalanan panjang ini bagi saya menjadi perjalanan yang menyenangkan. Untuk pertama kalinya, saya tidak tidur dalam perjalanan. Mungkin karena selalu ada snack yang disediakan oleh sahabat kami. Tetapi sebenarnya saya juga tidak terlalu mengambil banyak. Maklum, paginya sudah sarapan dan jenis snack-nya juga kan baru. Perut saya masih berselera Indonesia. Alasan sebenarnya adalah saya mau menikmati pemandangan di sekitar jalan ini.

Pukul 11.00, kami tiba di kota Parma, kota tujuan kami. Lega rasanya setelah mengakhiri perjalanan panjang lewat darat pertama ini. Selamat datang di Parma dan terima kasih Roma.

Tiba di Parma, mata segar, melihat air mancur di musim panas, salah satu sudut kota Parma
Tiba di Parma, mata segar, melihat air mancur di musim panas, salah satu sudut kota Parma
Sekadar berbagi yang dilihat, ditonton, dirasakan, dialami, dibaca, dan direfleksikan.

PRM, 14/6/2016

Gordi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun