Mohon tunggu...
Gordi SX
Gordi SX Mohon Tunggu... Freelancer - Pellegrinaggio

Alumnus STF Driyarkara Jakarta 2012. The Pilgrim, La vita è bella. Menulis untuk berbagi. Lainnya: http://www.kompasiana.com/15021987

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pengemis Musim Dingin di Pintu Gereja  

14 Januari 2016   06:11 Diperbarui: 14 Januari 2016   07:26 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="ilustrasi pengemis"][/caption]Aku harus berterima kasih kepada pengemis itu. Betapa ia memberiku pelajaran berharga dalam hidup ini. Tak ada guru yang baik seperti dia yang mengajariku untuk berbagi. Betapa dia memberiku pelajaran sederhana ini. Saking sederhananya, banyak orang meremehkan pelajaran berharga ini. Dan karena meremehkannya, banyak pula yang melupakannya. Padahal, hidup ini adalah berbagi. Tidak ada manusia yang bisa hidup tanpa berbagi atau dari berbagai dengan sesamanya. 

Ilario keluar dari gereja setelah misa sore ini. Dia melihat seorang pengemis duduk di lantai sambil mengulurkan tangannya. “Dia, pengemis yang kumal itu lagi,” sahutnya dalam suara yang kecil. 

“Berkali-kali aku melihatnya di mana-mana di kota ini. Dan aku bosan. Aku tambah bosan ketika melihatnya lagi sore ini di samping pintu gereja,” sambungnya sambil melihat pengemis itu. 

Pengemis yang bernama Marcello itu duduk tanpa alas secarik karton pun. Ilario melihatnya sambil lalu begitu saja. Demikian juga orang lain yang keluar bersamanya dari gereja. Mereka, seperti Ilario, tidak menghiraukan uluran tangan pengemis itu. 

Entahlah pengemis itu memang tidak baik di mata Ilario.

“Dia kok hanya meminta saja. Enak saja. Yang lain bekerja dan dia meminta. Lagi pula dia duduk manis begitu saja. Lalu, mau-maunya minta uang gitu,” seru Ilario sambil menjauh dari pengemis itu. 

“Dia mungkin tahu, kalau orang keluar dari gereja, mereka akan baik-baik saja. Maksudnya, mereka akan berbagi. Seperti Tuhan mereka ajarkan untuk berbagi. Jadi, langsung dipraktik begitu setelah mendengar khotbah pastor di gereja. Tetapi, benarkah demikian?” gerutu Ilario. 

“Belum tentu,” jawabnya lagi. “Orang juga akan berpikir-pikir. Sebab memberi adalah mengurangi jatah. Apalagi kulihat dia duduk dalam keadaan kumal seperti itu. Kok tidak mandi yah? Atau dia mau menunjukkan kekumalan itu supaya dikasihani begitu? Ah tidak juga. Dia memang jarang mandi. Aku sering melihatnya di kota. Dengan sepedanya dia mengelilingi kota ini. Dia mengulurkan tangannya di mana-mana. Kali ini, aku memang cuek saja dan tidak mau memberinya uang. Aku tahu dia butuh uang. Tapi, aku juga tak mau tuk beri dia uang,” Ilario tak bosan-bosannya menggerutu. 

Ilario melangkah menuju sepedanya. Setelah membuka kunci sepeda, dia pulang ke rumah. Dalam perjalanan pulang, dia tidak mau memikirkan pengemis itu. Dia berpikir untuk mengerjakan tugas sekolahnya. 

“Besok, pelajaran pertama adalah matematika. Pelajaran yang aku benci. Meski menarik bermain dengan angka, pelajaran ini sulit. Dan, untuk otakku yang segini saja, aku tak mampu mempelajarinya dengan baik. Tetapi aku ingin agar aku bisa. Aku ingin agar pelajaran itu nanti berguna bagi masa depanku. Ayahku bilang jika pelajaran matematika itu penting,” ujarannya kembali sambal mengayuh sepeda. 

Pelajaran matematika memang sulit. “Tetapi, dengan kesulitan itulah kita belajar dan berlatih untuk kuat menghadapi tantangan,” cetusnya lagi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun