Mohon tunggu...
Jo Ariefianto
Jo Ariefianto Mohon Tunggu... -

penikmat senja, pecinta puisi, membenci kerinduan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah (yang) Samar

30 April 2012   03:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:57 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kamu bagai lagu indah yang selalu ingin ku dengar. Kamu seperti waktu yang jika tanpanya aku merasa sepi. Kamu layaknya malam yang memelukku saat aku lelah. Kamu mungkin utusan malaikat untuk menemani kesendirianku.

Seandainya jika kamu menjadi sesuatu, mungkin sudah ku beli. Jika aku tak sanggup membelinya pasti aku akan mencurinya. Saat-saat bersamamu rasanya selalu singkat, sampai-sampai ingin rasanya waktu itu diistirahatkan. Hanya saja aku tak mengenal dewa pemutar waktu. Ahh sudahlah, dapat melihat senyumu pun sudah menjadi sesuatu yang indah. Aku selalu bersyukur bisa memandangmu.

Kamu membawa semua sepi yang dulu selalu berserakan dilantai kamar, yang menguntit kemanapun aku pergi. Sepi yang duduk diatas meja saat aku berkerja. Sepi yang menempel diatas bantalku saatku tidur, aku dan sepi layaknnya majikan dan hewan peliharaannya. Tapi dulu sebelum kamu mengambilnya.

Jika ada sesuatu yang mengganjal dihatimu tentang semua yang sudah kita lalui. Bicaralah, aku pasti akan mendengarmu. Mencoba memahami dan mencoba mengerti. Walau jujur sampai saat ini, aku tak pernah paham apa yang sudah kita lalui selama ini. Sadarkah, semuanya seperti fiksi?. Itu yang membuatku heran, kenapa bisa kita lalui. Kamu bohong, begitu juga denganku.

Mereka tau, kita sama-sama sedang meledek nurani sendiri. Dan kita Cuma bisa diam, lalu terpaksa bermain dalam kisah yang samar. Yah, kita telah tenggelam dalam fiksi. Kita seperti menulis kisah yang tak pernah ada. Tapi kenapa kita menuliskannya berkali-kali? kita memang tak bisa memilih kisah apa yang akan dilalui. Seperti air mengalir, apakah menurutmu kisah ini seperti itu?

Mungkin, jika kisah ini sampai terjadi berkali-kali. Aku menganggapnya sebagai penguji. Ini memang sebuah kisah yang kita pun tak bisa memilah hanya cinta dan tawa. Tanpa masa lalu, tanpa air mata, dan semoga tanpa luka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun