(dinda),Â
bila kududuk diatas dek ini,
Menghimpun langkah untuk menjumpa
meski goyah kaki-kakiku
lantaran cuaca,
tiap malam kudekap kegelapan,
tak pernah memudarkan seri wajahmu,
dan mengapa ?
dijendela, kuselipkan pena jingga
tiap bulan memerah,
Kukirimkan engkau selaksa puisi lewat angin
Dan puisi itu kini menjelma taburan gemintang
memancarkan pesan pesan warna,
tapi ia enggan kembali... Â
Bergulat dengan rindu,
tidaklah sederhana
mekar bunga menjadi sia-sia
pelangi kusam,
sajak - sajak tergeletak berdebu
angkasa,
tak semarak lagi...
Dan camar-camar enggan bernyanyi
apakah essay ini belum usai ?
kesekian malam ini,
cahayamu berkilauan diluas samudera
Aku terperangah,
seresah nelayan bergulat dengan bimbang
Kubuang pena itu,
Biarlah kukubur sendiri,
Seri wajahmu dalam Samudera biru...
Surabaya, 14 June 2019
Rasull abidin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H