Aku tunggu penjelajah nusantara di tepian dermaga, Â
Matahari sore memancar membakar rambut ikalku Â
Kanak-kanak, sumringah Â
Mama mama mengeluh, satu dua pinang tinggal ampas Â
Menegaskan budaya bangsa dari anak bungsunyaÂ
Aku menunggu dengan berat bekalku,
Membayang tentang perjalanan nanti
Menyusuri gugusan pulau surga dan perkampungan
kuli - kuli panggul, pedagang asongan,
Tukang ojek meredam panas dengan asap rokok
Asa yang ia impikan turun dari langit
Menjelma butiran peluh dan aroma tubuh
Lalu?
Apakah masih ada mulut pencemar yang durhaka ?
Kepada saudara-saudaraku,
Kaum mahasiswa dan sarjana yang diperam di ketiak ibukota
Tutuplah sesekali diktat-diktat asing itu!
Bila pandangan matamu telah sampai disini...
Maka pembangunan telah mengalir dalam ragamu
Dalam regukan gelas di sajian meja makanmu.
Di atas dermaga aku menunggumu dengan sandal jepitku,
Kicipak riak lautan ucapkan salam kedatangan
Dari belahan bumi yang masih di pergulatkan
Oleh para pencemar yang durhaka, mengalirkan kebencian
Dan huruhara...
Gema sulingmu telah mengangkasa, penjelajah waktu
jangalah ragu...
Bawalah aku menjelajahi gugusan nusantara
Dan biarlah penaku tetap menuliskanmu di lain waktu.
Manokwari, 27 Feb 2018
Rasull abidin
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI