Mohon tunggu...
Rasull abidin
Rasull abidin Mohon Tunggu... Auditor - Sekelumit tentang kita

hidup itu indah

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Sajak Burung Camar

2 Oktober 2017   10:51 Diperbarui: 2 Oktober 2017   10:54 1360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam tengah hari, awan memeluk perbukitan

Aku lihat kumpulan lumba-lumba,

Ekornya yang tergerai ia kibaskan

Aku lihat bapak-bapak nelayan,

Tengah hari yang permai.

Di selat sagewin, mercusuar menyala,

Memancarkan bahasa alam dan isyarat-isyarat

Empat rajawali keluar dari bukit, menghalau kabut kegamangan

Cakar rajawali tajam menyambar mataku,

Astaga !,

Mata kepalaku yang angkuh,

Mata gelap yang memandang senjakala langit

Mataku yang kering dalam duka, mataku tak bermakna !

Bagaimana ini !

Bukit mengandung biji-biji merah tembaga,

Buah zaman yang diperam untuk bungsunya.

Akar rotan berselempangan,

Mengikat tangan dan tulisku yang gagap, tanganku mengapai sepi

Tanganku mengepal gemetaran,

Tangan yang kubasuh namun tak berarti,

Tangan yang gamang dan tak menghasilkan

Karna dikelas tak diajarkan pelajaran untuk mengurai,

Karna pemakai lebih masuk akal pengajarannya,

tanpa tahu mencipta.

Maka terciptalah generasi gagap

Lalu menatap masa depan dengan bimbang

Aku maki diri sendiri, kita dipakai untuk apa ?

Aku lihat pantai, pasir panjang bertepi sunyi

Kanak-kanak larut dalam riak gelombang

Tawanya melepaskan resah dalam dunia gelap,

Gembiranya tak bisa kita samakan dengan batin kita,

Karna mata mereka pasti menatap tajam

Mengarahkan pandangannya pada jidat-jidat kita,

Dengan segala macam pertanyaan yang akan kita pertanggungkan !

Oh..camar-camar yang bermain dan menjerit,

Lengkinganmu di hempas angin barat

Kau tanam bakau-bakau kenyataan dalam imajinasiku,

Lalu kurangkai sajak ini,

Sajakku yang gamang pada selatmu

Sajakku yang bimbang pada lumba-lumbamu,

Sajakku yang gagap menatap masa depan kanak-kanakmu

Sajakku yang gelap pada hidup empat rajawalimu

Lalu pertanyaanku, kepada mercusuar

Kemanakah arah pedoman haluan kapal negeriku ?

Selat Sagewin, 30 Sept 2017

Rasull abidin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun