Rumah Sakit Jiwa, sekaligus penjara seumur hidup. Tempat mereka kini.
Kepolisian Negara, bekerja cermat dan akurat, setelah sekian lama penyidikan dengan cermat, menguntit kemana mereka pergi, fakta pembelian obat pengendali kegilaan mereka di pasar gelap, berpindah-pindah telah cukup bukti. Penyergapan rahasia berlangsung tertib di lokasi itu. Pak Ndas dan Pak Madul kedua penjaga malam kantor Ayah, tak berkutik. Cut to: The next Scene.
Ayah di hormati berkat profesinya, setia bela negara, meski Ayah tak pernah tampil di media publik dalam bentuk apapun. Kerahasiaan identitas diri sebagai apa dan bertugas untuk apa, keluarga hanya tahu sebatas logis saja. Ayah ramah pada tetangga, rajin silaturahmi di pertemuan warga setempat. Tempat kami bermukim di rumah sederhana.
Kalau di tanya Ayah hanya bilang menjalankan tugas pekerjaan kantor keluar kota atau ke benua lain itu kerap di kunjungi, dengan penjelasan sederhana, pertukaran ilmu pengetahuan. Karena penasaran suatu kali aku mengikuti Ayah hingga ke kantornya, saat itu menjelang pukul tengah malam, apa boleh buat aku harus berbohong pada Ibu, menyelesaikan tugas sekolah di rumah Gru, sahabat ku. Ibu percaya, telah mengenal keluarga Gru dengan baik.
"Den Siul!" Tegur penjaga kantor bersuara berat.
"Halo Pak Madul." Aku terkesiap melihat penampakannya.
"Sedang apa. Ngapain ke kantor Ayah malam-malam."
"Mau pinjam kamus fisika Ayah, persiapan ujian akhir SMA minggu depan. Bapak jaga sendiri atau dengan Pak Ndas." Nama dua penjaga kantor Ayah, khusus malam hari.
Konon, menurut cerita Ayah, Pak Ndas dan Pak Madul, ahli mengelabui lawan, dia bisa menghilang dalam gelap, itu kisah Ayah saat aku di sekolah dasar kelas enam. Kedua penjaga malam itu, menurut kisah Ayah berikutnya masing-masing punya permaisuri siluman sakti keturunan siluman ular kobra, hal itu membuat Pak Ndas dan Pak Madul, punya kesaktian bisa mengelabui lawan. Â
Bahkan menurut kisah Ayah, Pak Ndas dan Pak Madul bisa berubah rupa jadi ular raksasa menakutkan, hal itu dikisahkan saat aku kelas empat sekolah dasar, ketika itu aku selalu menunda kalau di minta Ibu tidur siang. Sejak Ayah bercerita tentang Pak Ndas dan Pak Madul, bisa jadi ular raksasa, bisa tau, lalu akan mencari anak-anak nakal, selalu menunda tidur siang.
Sejak itu aku takut bukan kepalang. Sejak hari itu pula aku tak berani menunda tidur siang, lebih banyak di rumah. Penasaran ingin berkenalan dengan Pak Ndas dan Pak Madul, konon bisa menjadi siluman itu. Alhasil suatu kali sepulang Ibu menjemput Kakak kursus piano dan aku kursus gitar, malam kurang lebih pukul tujuh tiga puluh menit, mampir di kantor Ayah, Â mengambil raket tenis di beli Ayah untuk Ibu.
Ayah malam itu kata Ibu tak pulang ke rumah karena ada pekerjaan penting harus diselesaikan di kantor. Kakak turun dari mobil, aku membuntuti Kakak dengan perasaan dag dig dug persis di belakangnya. "Seperti apa ya penjaga malam kantor Ayah bernama Pak Ndas dan Pak Madul, kalau benar mereka keturunan siluman ular. Hii!" Dalam benak berdiri bulu romaku.
Kami masuk ruang tamu kantor Ayah, tampak sepi, hanya beberapa penerangan lampu sudut nyala redup. Ibu langsung ke ruang kerja Ayah. Aku terus membuntuti Kakak persis di belakangnya. Karena Kakak lebih tinggi dan berbadan besar, aku nyaris tak terlihat, aku menjulurkan kepala dari balik tubuh Kakak, nengok kiri dan kanan. "Mana penjaga malam itu." di benak ku.
"Kakak mau kemana!" Suara bernada berat dari arah depan Kakak, ini barangkali orangnya.
"Apa kabar Pak Ndas. Sendiri saja. Apakah Pak Madul libur." Jawab Kakak, kelihatannya mereka sudah akrab.
"Itu siapa ya sembunyi di belakang Kakak." Maksud suara berat itu barangkali aku.
"Oh! Ini adik Pak. Siul kenalkan ini karyawan Ayah, khusus jaga malam." Kakak memperkenalkan. Pak Ndas menghampiri aku, kami bersalaman kenalan.