Menimbang Risalah Kealpaan. Tapi, itulah mungkin, habitat dari amuba korupsi, meskipun diserang batuk rejan tetap melambaikan tangan dari dalam laci-laci. Ya sudah, lantas mau apa lagi. Mau bagaimana lagi. Salam hari baik saudaraku.
Kritik kadang-kadang terkesan membosankan, karena dari itu ke itu lagi. Lantas pripun? Kritik diperlukan atau tidak? Untuk keseimbangan keimanan.
Semisal, menyoal korupsi tak habis-habis dimakan zaman. Ketika perilaku koruptor gigantik tetap bergulir, kejar mengejar seolah-olah main petak umpet. Diberantas satu, eh alla, die nongol lagi, di tempat sebaliknya.
Tak serupa mata air, sekali muncul berabad-abad, bermanfaat bagi makhluk hidup. Namun sungguh pun mengherankan, amuba korupsi-semirip belek penyakit mata merah, berair mengeluarkan kotoran mata, menular pula, tak sedap di pandang mata.
Akan tetapi, biarlah itu menjadi tugas lembaga terhormat, KPK-OTT KPK. Semoga, senantiasa, tak kenal lelah, tak kenal putus asa. Semoga pula, KPK, tak tercerai berai, karena bosan mengurus replika korupsi, seperti itik bertelur, berkisar tak jauh dari penyalahgunaan wewenang, seputar dana publik, milik rakyat negara tercinta ini.
Tapi, itulah mungkin, habitat dari amuba korupsi, meskipun diserang batuk rejan tetap melambaikan tangan dari dalam laci-laci. Ya sudah, lantas mau apa lagi. Mau bagaimana lagi.
Sebagai publik sebuah negeri berkebudayaan luhur berbudi welas asih, berkewajiban mendoakan, semoga penegak keadilan di lembaga-lembaga terhormat bertugas demi negara dan bangsa, tulus, murni, konsekuen maha bijaksana, berkewajiban, melaksanakan, menegakkan, menegaskan, moral hukum, sungguh, seadil-adilnya, terus menerus, dengan berani, memburu para amuba koruptor gigantik itu.
Jadi? Ya sudah. Publik akan menatap masa depannya, menonton berita selanjutnya di layar kaca. Skeptis? InsyaAllah tidak.
Puisi | Zikir Pintu Langit
Zikir! Aku berzikir. Aku berzikir...