Mohon tunggu...
Taufan S. Chandranegara
Taufan S. Chandranegara Mohon Tunggu... Buruh - Gong Semangat

Kenek dan Supir Angkot

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Epigenesis

12 Oktober 2024   16:43 Diperbarui: 12 Oktober 2024   16:56 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DONGENG LANGIT.
Sentir layar terkembang cahaya pembuka.
Musik: Metal symphony adegan berkisah.

Apakah, perselingkuhan cinta, dengan kata lain, pengkhianat cinta.; Apakah bisa dengan indah pada kedua kata itu disebut pengabdian? (Hihihihi) Kalau itu terjadi para makhluk raksasa akan girang me.nga.kak, jungkir balik; kompanyon iblis bersama pasukannya akan jadi penguasa semesta dong.

Cinta suci putih bening tanpa limit mutlak milik Ilahi. Cinta bocor, milik manusialah hai; lahirlah selingkuh-khianat, di kehidupan dunia, lantas terlihat lumrah, modis, salah satu elemen gayahidup, aneh sih, tapi itulah realitasnya-diktator, drakula oligarki, hanya ada di dunia manusia; the war is not over yet, oh ya hui!

Ketika polarisasi ramai. Sumbernya ngawang bolong melompong. Lantas menjadi lumrah lalu membisu-kurang santun. Kehilangan tatakrama. Padahal telah ada pengajaran leluhur purba.; Satria sejati senantiasa menjaga kesantunan lahir batin. Tegap terdepan tanpa senjata di tangan menjaga bumi tafakur pada langit.

Apa guna tekno canggih adigang adigung kalau kehilangan tatakrama budaya. Tak ada satupun di muka bumi ini mampu menggantikan gaib tradisi dari langit. Teknologi tak ubahnya sambal terasi level tujuh tak lebih berguna kalau tatakrama formal pengecut menghadapi realitas kehidupan untuk bilang.; Maafkanlah.

Teknologi ini atau itu tak lebih baik dari merek kandang ayam tradisional, itu sebabnya pula mudah jebol di bobol musang berbulu ayam pula. Sebab musababnya, secara umum mendadak absurd. Kehilangan muka tak bersuara. Oh! Halah walahkadalah itu bukan watak satria pemanah matahari.

Menjaga tatakrama khusyuk kesinambungan berbudi luhur fitrah alami buah kewajaran. Generasi bening lahir dari rahim langit. Bukan beli dari displai di etalase toko, jika itu terjadi, pertanda gawat semesta pewayangan. Mungkin saja akan berakibat Kiai Semar bakalan pulang ke kahyangan alih rupa menjadi dewa lagi.

Nah loh, kalau kisah pewayangan terbolak-balik melawan ketentuan pakem historis sumber dari babad kitab sahih susastra berabad lampau. Mungkin saja bumi gonjang-ganjing lebih cepat meledak gempa "Berani?" Kejujuran harganya makin mahal.

"Hoh! Hoi!" Kor para raksasa bising mengguncang tatakrama bumi. Walah!

"Gara giji gara gincu!" Suara kor rombongan barisan raksasa sombong bukan main berderap-derap. Anehnya sosok mereka keren abis laiknya satria berbudi pada umumnya. Defile menunjukan konfigurasi keindahan manuver barisan raksasa memasuki pohonan gigantik masif, bagai hilang di telan hutan purba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun