Mohon tunggu...
Taufan S. Chandranegara
Taufan S. Chandranegara Mohon Tunggu... Buruh - Gong Semangat

Kenek dan Supir Angkot

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Opera Merah

15 Agustus 2024   23:26 Diperbarui: 15 Agustus 2024   23:27 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo Doc Kompas.com

Sang satria menolak menghaturkan sembah sungkem, meminta Maharesi untuk tidak melakukan tindakan adu sakti. "Mohon ampun Maharesi, hamba hanyalah manusia biasa sederhana tak mempunyai kesaktian apapun. Ampuni hamba."

"Enak aja. Tidak bisa. Kau harus kalahkan aku," suaranya galak menggelegar "Aku mendesakmu orang muda dengan satu syarat."
"Hormat hamba Maharesi. Apa syaratnya," dengan suara teramat santun.
"Kalau kamu berhasil merebut senjata sakti ini dari tanganku. Maka aku berhak mati di tanganmu tanpa perlawanan." Satria suci itu bersedia memenuhi tantangan Maharesi.
 
Maharesi bersiap menghimpun kekuatan sakti sepenuh jiwa. Keduanya berhadapan di puncak gunung tertinggi kala itu. Langit berubah terang temarang matahari dadakkan sejuk. Satria suci merebut senjata sakti dari tangan Maharesi secara amat mudah. Seketika itu, Maharesi moksa. Cahaya merah menuju langit.

Suluk akhir kisah

Bumi gonjang ganjing
Langit jungkir balik
Koruptor tetap cuek
tak jua takut, tetap
jahat jadi pencuri.

Walahkadalah.

***

Jakarta Kompasiana, Agustus 15, 2024.
Salam NKRI Pancasila. Banyak kebaikan setiap hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun