Cerpen Transendental. Abstraksi perilaku manusia. Keduanya tak habis mengerti. Mengapa mereka tak mampu menggeser topik perbincangan, selalu kembali seputar itu lagi, bara-api atau sebaliknya.
***
"Kalau dibiarkan lama kelamaan hatimu akan terendam dendam. Lantas menjadi kawah magma berefek panjang, berpotensi penyakit akut skala luas. Selalu penasaran, acap kali api iblis menyala di kepalamu, kau gelisah, tak karuan seperti kerbau pandir di cocok hidungnya."
"Dasar Katrol. Kau sahabatku, kasih aku solusi lah, jangan cuma bisa ngomel. Kau pikir dirimu makhluk suci?"
"Namamu Kubal kan, itu sebabnya pula kau tak percaya pada otak baikmu, tak percaya pada perbuatan baik sekitarmu, lama kelamaan rongga batok kepalamu berisi ular berbisa ganda. Paham?"
Perdebatan dua sahabat itu berhenti di angkasa dalam waktu lama, tanpa batas pula, bahkan mungkin sirna digulung waktu peradaban.
Perdebatan dua sosok sahabat itu tampaknya kurang nalar kreatif, selalu berkisar antara bara-api, tak pernah membahas embun atau pemandangan indah pegunungan, apalagi keindahan pantai dari lautan biru sebuah negeri indah nian nun jauh di sana.
Meski kelihatannya, mereka berusaha beralih ketopik lainnya, akan tetapi tak pernah berhasil, laiknya bumerang menghantam kening mereka sekeraskerasnya. Lantas terpental berputar lagi, kembali ketopik semula, bara-api.
Keduanya tak habis mengerti. Mengapa mereka tak mampu menggeser topik perbincangan, selalu kembali seputar itu lagi, bara-api atau sebaliknya.
Akhirnya mereka berani nekat, serentak menembak kepala masingmasing. Tak berapa detik kemudian, Katrol, melihat sosok Kubal, sahabatnya sedang meraungraung menangis di sisi sosok terbujur, mungkin telah tak bernyawa.