Mohon tunggu...
Taufan S. Chandranegara
Taufan S. Chandranegara Mohon Tunggu... Buruh - Gong Semangat

Kenek dan Supir Angkot

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tanah Merdeka

31 Juli 2024   09:34 Diperbarui: 31 Juli 2024   09:34 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Realitas sejarah, Kiai Modjo (1792-1849) - Sentot Prawirodirdjo (1807-1855), dua panglima perang Diponegoro. Perlawanan gigih pada hegemoni kolonial, satu sikap mengambil kembali hak keadilan milik kemanusiaan leluhur bangsa.

Pangeran Diponegoro, marah kepada kolonial Belanda, hak leluhurnya dialihkan tanpa keadilan beradab di atas kebenaran. Berkobarlah The Java War (De Java Oorlog). Perang Diponegoro 1825-1830, demi hak-hak keadilan.

Perang, membakar hutan belantara kolonialisme imperialisme. Perang, demi kesetiaan pada tanah leluhur purba. Kini menjadi negeri nan elok. Terima kasih pahlawan.

***

Nurani. Ada, di antara cuaca gelap ataupun terang, kadang setitik cercah cahaya bermanfaat filsafat tertulis di teks buku-buku norma hukum-hukum. Berguna bagi semua iklim di musim-musim. Ada harapan di cahaya. Di berbagai sudut pandang, disikap kehidupan. Berlaku bagi personal maupun kelompok bening kebijaksanaan negeri tercinta.

Namun tidak untuk gerombolan rayap pemangsa segala kisah tentang sejarah semesta. Liurnya mencoba menyulap menjadi daur ulang sejarah semesta baru. Seakan-akan mampu merubah kebenaran sejarah bumi menjadi wajah baru hipokrisi hulala strategis multi lateral antar benua, mungkin juga antar planet, simpan pinjam senjata perang lempar batu sembunyi tangan, memencet hidung kelinci si lemah.

Syair tanah merdeka.; Berkisah tentang alam telah menetapkan norma hukum hujan-petir, kemarau-mata air, asal tanah menjadi benih tertanam. Bukan fosil batu akik, lantas mencoba membiaskan seakan-akan indah, namun tak sampai menjadi cermin keteladanan. Sekadar amsal ham him hum ambiguitas mastodon malam. Tidak boleh ya membuat hujan api merah padam.

Sekalipun ada momok wajah baru neokolonialisme-neoimperialisme tempat sembunyi abakadabra patgulipat isme; mengintip kesempatan di kemodernan planet bumi terkini. Bahkan mungkin menyenelinap dalam sistem dagang oligarki kapitalisme berkedok, sembunyi di lacilaci modern demokrasi dunia.

Di ranah syair tanah pekerja. Norma hukum wajib selalu menolak politisasi badai mengayun lautan. Agar keadilan menjadi kesejahteraan keimanan, tidak sekadar menjadi buih gelombang menyalak melukai negeri tercinta ini. Oleh karena itu wajib mewaspadai neo-isme apapun. Kesatuan bangsa wajib tetap setia menjaga, Sang Dwiwarna Negeri Tercinta.

Kewajiban, menjaga Sang Dwiwarna, tetap utuh dalam 'Iman Kesatuan Nasionalisme Pancasila', adiluhung, negeri berdaulat kepada, Tuhan Yang Maha Esa. Bukan kepada dogma materialisme oligarki; pupuk penyubur gerakan korupsi wajib dibasmi.
Kewajiban 'Merah Putih' menjaga keutuhan Bangsa inheren Pancasila. Salam Indonesia Bersatu, negeri para sahabat.

***

Jakarta Kompasiana, Juli 31, 2024.
Salam NKRI Pancasila. Banyak kebaikan setiap hari.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun