Mohon tunggu...
Taufan S. Chandranegara
Taufan S. Chandranegara Mohon Tunggu... Buruh - Gong Semangat

Kenek dan Supir Angkot

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Ketika di Antara Doa

25 Juli 2024   09:41 Diperbarui: 25 Juli 2024   09:47 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat ini semakin jarang ditemui hutan hujan tropis yang masih perawan. Ini terjadi karena maraknya penebangan hutan (KOMPAS/ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN) 

DONGENG LANGIT.
Layar terkembang cahaya pembuka.
Musik: Metal Symphony, adegan berkisah

Kalau oksigen tak ada kemana akan dicari
Loh kan ada industri oksigen konon
Oh! Gitu ya. Kalau industri pohon adakah
Uhui! Mau beli gorengan dulu ya. Bye!
Wooi! Kok kabur sih. Enggak ngerti tau!
Sama dong kita.

Sang Pencipta, tidak ingin kerusakan dalam bentuk apapun di Bumi. Apa sesungguhnya hal ihwal membuat tak bertemu kesepahaman tentang memelihara hidup bersama di planet Bumi. Apa penyebab sesungguhnya ada batas memisahkan menjadi jurang tanwujud perdebatan tanpa akhir niskala di antara hak asasi humanis. Atas kehendak siapakah.

Kehendak kebudayaan, kale. Apa iya. Ya kale. Pola cara pandang ego berbeda tak menghendaki perdamaian semesta, laiknya gemintang menjaga rembulan di bawah satu langit cuaca perubahan waktu untuk kehidupan semua makhluk telah tercipta tanpa kecuali. Dalam gelap selalu ada terang demikian pula sebaliknya.

Desah malam menuju fajar. Bertemu siang jalan-jalan sore kembali dini hari tak ada konflik kepentingan di sana. Tak ada orasi adendum politisasi mengharu biru, lantas bias keangkasa beterbangan informasi kehilangan inovasi sekadar menjadi polusi komunikasi atas nama syalala. Ahai!

Serupa tak mampu mewaspadai ember bocor, tumpah air merembes ke tanah seolah-olah menguap dicuri udara. Bocor, kok dicuri sih, hiks! Aklamasi angkasa orasi anonim; tanah menyerap air ketika hujan tak ingin kemarau. Wow! Bener nih hujan tak mau kemarau atau sebaliknya lagi atas kehendak aksara berpayung fantasi.

Lantas apa betul kemarau tak ingin hujan atau sebaliknya. Persepsi terkembang di bawah payung tujuan selamatkan informasi imitasi lewat frekuensi marak simpang siur membawa kabar; hujan ogah kemarau. Padahal keduanya unsur kehendak saling melengkapi perubahan cuaca bukan politik langit.
 
Kehidupan ekosistem keseimbangan para makhluk. Terus? Ya udah sih bisakan belajar jujur saling menjaga keseimbangan. Kalau langit bocor terlalu luas so pasti berakibat nonmaterial ke material, singkatnya geto kale ye.; Namun, mungkin kesepahaman tentang itu tak digunakan dikurun waktu bergulir.

Sibuk mengurus mazhab tak penting pembiaran kuda pacuan menuju etape tanpa garis finis. Loh! Balapan terus dong. Iya kale. Laiknya parodi film kartun tak lucu di ranah esensi tak lucu banget serupa pembalakan hutan lantas pengejawantahannya sekadar mirip parodi mimpi istana langit di tengah oase illegal logging.

Akibat gagal paham pada dayaguna ekosistem berkesinambungan ekologi hijau hutan lestari sistem kumparan alami beragam habitat kehidupan makhluk di dalamnya. Oh! Paham kok. Loh! Paham ya. Artinya mengerti kalau satu pohon membutuhkan waktu cukup lama untuk menjadi, kembalinya hutan lestari. "Waduh!"

Enggak usah sok kaget deh kalau kantong kresek penuh asumsi cita-cita aduhai di antara, ketika doa kebersamaan bersusah payah untuk mencapai kemaslahatan. Hipnosis kealpaan asyik manggut-manggut mendongeng istana putri salju terindah di tanah tradisi di tengah deforestasi. Ehem. Gubrak! Yah! Terpeleset deh.

***

Jakarta Kompasiana, Juni 25, 2024.
Salam NKRI Pancasila. Banyak kebaikan setiap hari.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun