Satria seribu pulau bersinar putri rembulan Samosir, busana tradisi ritus Tortor sublim purnama Toba, nurani indah terang temarang taman kebudayaan. Tertulis sajak-sajak filosofis para penyair tanah air. Menyatukan ribuan pulau. Bersyairlah wahai danau-danau. Teduhlah dangau persinggahan transendental sejuk meluas langit.
Sajadah Nusa Pertiwi pesona nan elok.; Wahai engkau senada irama melayu merdu memukau rabana bertakbir. Pasir-pasir hamparan pegunungan Dieng bernyanyi. Paduan suara irama simfoni huma-huma seiring awan berarakan menyala fajar persaudaraan. Pelukan cinta melukis untaian prosa berjuta nyiur melambai.
Ini tanah lahir beta ibu.
Tanah merdeka leluhur purba.
Maafkanlah ibu.
Cucumu tak bermaksud kurang ajar
melanggar tradisi, berani bertanya
Hamba ingin jujur belajar berbudi.
Sungguh tak habis pikir. Mengapa watak
salah guna wewenang enggan berakhir
Ibu, hamba setia menunggu penjelasanmu
tentang sebab akibat perilaku patgulipat itu.
Gegap gempita bahagia. Mega di timur fajar terbit, melukis senja berarakan tarian lautan ritmis dinamis. Menuju gugusan iman Tari Saman. Nun bebunyian, Sasando mengalun estetis menggugah sukma. Eloknya tanah tradisi fitrah kebudayaan negeri berjuta pohon berhutan hujan. Hijau memukau lestari. Semoga tak sekadar harapan.
"Berjuta-juta cucumu ibu, telah engkau lahirkan." Mengolah tanah adat sejarah purba kisah leluhur. Pahlawan tanpa tanda jasa, para tetua adat menjaga tradisi kepulauan mengukir keteladanan. Esa hilang, dua terbilang. Umbul-umbul berkibaran menyala kebinekaan. Sang Dwiwarna Indonesia Raya di angkasa. Tafakur. Ya Ilahi...
***
Jakarta, Juli 08, 2024.
Salam NKRI Pancasila. Banyak kebaikan setiap hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H