Mohon tunggu...
Taufan S. Chandranegara
Taufan S. Chandranegara Mohon Tunggu... Buruh - Gong Semangat

Kenek dan Supir Angkot

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Pink Lipstik

26 November 2023   09:17 Diperbarui: 26 November 2023   09:20 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Lifestyle Kompas.com

Kalau ngambek melulu sebaiknya memintal benang jadi sarung bantal. Sulamlah sesuka mau di hati penyembuh segala kangen cinta ataupun kasmaran. Kata selalu lari kian kemari uraian pagi tentang mimpi. Selepas itu, entah, sembunyi dimana untaian kilau mutiara, mungkin ada di antara piring di dapur. Tengoklah ...  

Jangan tersipu-sipu begitu. Simpan bibir kenangan merah jambu, masih kan, iya kan, biarkan menghangat mengerjap mata menyilau ingin senada biru langit. Mendekatlah, gerhana asmarandana tertera kecupan terakhir di pelupuk waktu. Menurut bahasa burung, menunggu tak sekadar kesetiaan pada pink sukma senyuman.

Kalau tak sabaran coba menuju taman ilalang, di sana ada senda gurau kasmaran. Belenggu tak ingin lepas, hujan menyiram deras kata di antara petir. Gitukan? Menelan batu agar mengerti cinta tak sekeras itu, saling bersandar menepuk bahu. Ngawanglah senyuman ranum pandan bau tubuh.  

Buat apa memelihara asa kekasih di paru-paru jumpalitan kalau hanya bisa ngambek. Sebab jalan darat tak serupa berlayar lautan. Emang begitu kale. Lupa ya, keduanya punya kesulitan berbeda semirip perbedaan asam dengan garam, kalau keduanya bersatu tak ada cintrong kesandung rel kereta sebagaimana kata prosa.

Nah itu kamu tau, kalau senja bukan fajar kizib atau matahari tertelan bumi seakan-akan, kalau begitu arti cinta ataupun kangen milik siapa, mungkin saja milik burung dara atau walet atau harimau atau serigala atau badak, mungkin saja gajah, bisa juga milik hantu kebun tebu berkabut ungu di sebalik waktu.

Itupun kalau waktu masih ada, kalau tidak ada, berhenti tba-tiba, makhluk sedunia jadi permen karet. Sini, mendekatlah, merindu ataupun kangen hanyalah bayang-bayang wayang kulit tanpa tokoh Kresna, bahkan mungkin layar pun tak pernah ada, sekalipun alam mimpi. Khayal, hanya ada di angan-angan.

Menyulam sarung bantal guling penyembuh sebel, lebih murah dibanding, katanya, ke stasiun kereta New York duduk di Afrika, padahal mimpi siang bolong, malam terasa sore ketinggalan kereta setiap hari ditinggal bus kota. Karena mimpi kesenjangan. Apa iya jarak segitu jauh bisa bolak balik seperti bikin sambal terasi. Iyau!

***

Jakarta Kompasiana, November 26, 2023.
Buat renda beludru tersenyum pink. Wow!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun