Udara, bagai kisah perawan di sarang penyamun. Siapa penyamun sebenarnya di antara sekian jumlah makhluk penghuni dunia. Apakah termasuk rudal jelajah pengembang ancaman perang, untuk siapakah. Apakah, demi isu segelintir oknum haus darah, kaum vampire, atau zombies world modernism, lantas seolah-olah makhluk itu setara ada.
Apakah karena makhluk alien planet jauh sudah pintar bikin robot seksual setara amoral, sekejam narkoba tak kunjung padam, penampakan sadisnya perang modern, di ranah salah satu watak dunia, korup, keserakahan bak accessories stage props, alegoris di awan-awan. Apa sebenarnya jenis makhluk berinteligensi lengkap, namun tak pernah sempurna.
Tak jua mumpuni mencapai puncak antiperang. Apakah enggan masuk alam kesadaran keimanan, keseimbangan kehidupan lingkungan tanpa peperangan. Mengapa lebih memilih menjadi makhluk alien, arogan, berwatak dasar destruktif, merasa paling mampu mencipta teknologi perang terdahsyat, kamuflase tercanggih genosida.
Aduhai banget, sebagaimana virus ho.ho.ho menjadi alat efektif mengancam kehidupan menyeluruh lewat perang bersenjata nuklir-kimia. Horor, dicipta, tercipta oleh siapakah. Apakah realitas perang mencoba menghapus peradaban Abad Kewahyuan-sejarah para Pemula Iman; akankah dianggap tidak ada.
Ngapain sih, bangga amat berjudi dalam bentuk peperangan, meraup sejumlah arogansi dari daya upaya perang, seakan-akan mampu menghancurkan multi-kebudayaan hidup telah bertumbuh sejak sejarah peradaban realisme klasik. Apakah sejarah kebaikan tak penting banget, terpenting pencapaian tujuan kalibut adidaya berdarah-darah.
Lantas menepuk dada pamer kekuasaan ekonomi kepada planet-planet, sekalipun korban perang, natural mengenaskan, pedih perih. Sejarah cinta kasih abadi akankah sirna-bodok amat kalau itu demi profit teknologi, ehem, hanya sebatas itukah asa bersama memelihara perdamaian di planet pemikiran pemangku kuasa usaha materialisme.
Sekalipun harus amoral. Selebihnya berkacamata kuda, mencoba menganggap tak ada apapun, siapapun, kecuali oknum sah sih suh telah menjadi kuasa usaha bentrokan polemik represif peperangan. Semakin ramai isu di udara, lebih mudah mencuri di kolong kaki langit, sekalipun dengan cara paling korup, biadab.
Janji tinggal janji. Kalaupun cinta sejati tak bersemi sebening mata air alami. Adakah mata air itu, saat dunia cemas bencana iklam, melotot, akibat laut tercemar sampah teknologi hingga keangkasa. Lapisan bumi gelisah ingin berontak-mungkin masih enggan. Waktu tempuh belum mencapai ketentuan maksimal kehendak satuan semesta.
Jika Bisma tidak mati oleh panah Hrudadali Arjuna, dilepaskan oleh Srikandi isterinya. Akankah perang Bharatayudha reda. Kurusetra terlanjur banjir darah. Mengapa jiwa-jiwa jernih kehidupan mampu mengobarkan perang tak semestinya. Bersyukur.; Wayang Purwa, melahirkan Panakawan.; Kiai Semar sebagai tokoh sentral penasihat perdamaian.
Alhamdulillah.; NKRI-Pancasila, menjunjung tinggi hakikat, Ketuhanan Yang Maha Esa, mengayomi Indonesia Raya, damai di planet bumi hingga ke langit Ilahi. Amin.