Mohon tunggu...
Gondo Majit
Gondo Majit Mohon Tunggu... -

Ora popo!

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Mendaki, Apa yang Kaucari?

12 Maret 2014   21:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:00 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jam dua belasan sampai di tujuan.

"Gak sedingin dulu, ya," kesan salah seorang teman.

Tapi itu sudah cukup dingin bagi saya. Meskipun begitu, anak saya langsung minta izin mau nyemplung. Ibunya melarang, tapi saya gunakan hak veto. Silakan ... lepas dulu bajunya karena tidak bawa baju ganti. Saya pun ikut nimbrung main-main air. Tapi benar saja, tidak butuh waktu lama untuk jadi cathuken. Gigi gemeretak menahan dingin. Tidak bisa tidak, sang ibu memerintahkan kita mentas dengan segera. Yah ... kadang tugas ibu memang menjadi makhluk pengacau kesenangan.

Tiba acara poto-poto lagi, baterai kamera sudah tidak ngatasi. Saya jadi tersangkanya karena terlalu boros memakainya di perjalanan. Mau apa lagi, saya mesti mengakui. Secara filosofi, malas sudah pas, haha! Buat apa kamera? Buat apa berilusi bahwa hidup bisa disiasati menjadi abadi? Biarlah berlalu. Tinggalkan cuma jejak, ambil cukup kenangan! Kembali ke alam adalah demi melepas tirai-tirai kepalsuan. Diri kita yang palsu adalah diri yang terjerat banyak aksesori untuk bisa menjadi normal berfungsi. Untuk mejadi bahagia, mengapa pula harus diperlukan kamera?

Halah, filosofi itu makanan apa to, Lee ...?

Saya minta tolong teman-teman Paciwistu untuk beramal kebajikan dengan menyisihkan sedikit memori hapenya untuk disisipi poto-poto kami. Berhasil, wkakaka..!! Dan setelah itu, dengan darah dingin kami minta izin turun meninggalkan mereka. Kami turun bersama rombongan anak-anak MAN 2. Sang ibu tidak kunjung tenang memikirkan datangnya hujan dan saya tidak punya pilihan selain harus menurutinya. Saya jadi ikut-ikutan kacau. Kantung sampah yang sudah saya persiapkan untuk agenda penting dalam perjalanan pulang jadi terabaikan.

Apalagi ternyata kecemasan itu tak ada nyatanya. Jam setengah limaan kami sampai di rumah dan matahari masih bersinar terang dengan tak kurang suatu apa. Ada terselip rasa sesal ... yah, seandainya! Lepas dari itu, hari Minggu ini tetaplah hari yang luar biasa dan menjadi sangat luar biasa karena saya gak yakin kapan lagi bisa datang Minggu-minggu yang seluar biasa ini. Selegenje selalu mengancam di mana-mana, haha ...

Terimakasih, Paciwistu, untuk petulangan yang tak akan terlupakan.

Minan Ali

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun