Mohon tunggu...
Gondo Majit
Gondo Majit Mohon Tunggu... -

Ora popo!

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Jokowi Maju, Laa Tay-asuu...

9 Juni 2014   01:10 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:39 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila memang Jokowi jadi presiden, sebenarnya tidak terlalu mengherankan. Sebelumnya kita sudah pernah punya Ponari dari Jombang, hanya dosisnya saja yang berbeda. Secara kualitas, Ponari justru lebih alamiah, tanpa timses dan belanja iklan. Sedang Jokowi adalah ponariawan, ia muncul sebagai hibrida yang secara genetic modified diponarikan. Di lapis-lapis kearifan pola pikir bangsa kita, ada suatu celah di mana dunia "alternatif" punya kuasa dan di sanalah Ponari pernah berjaya. Timses Jokowi dengan piawai memformulakannya.

Prabowo pun bukan fenomena asing. Latah saja rumusnya. Di kampung-kampung basis TKI bermunculan rumah-rumah mengkilat yang sekujur lantai dan dinding-dinding ditempeli keramik warna-warni. Pemiliknya adalah perantau kaya yang sayangnya belum cukup kreatif dalam menampilkan status kayanya. Tuan Prabowo mengidap sindrom yang nyaris sama. Dengan segala sumber daya, kecerdasannya dan peruntungannya, ambisinya ternyata mentok pada satu khayalan bahwa kehormatan hanya bisa disahkan bila berhasil menempati puncak rantai makanan.

Bagaimanapun juga kita harus bisa menerima kenyataan bahwa sesuatu yang tidak mengherankan dan tidak asing ini adalah bagian dari sejarah memilukan bangsa kita. Indonesia sangat membutuhkan pemimpin sejati dalam stadium genting tapi sialnya, tapi jalur tikus kepemimpinan kita hanya boleh meloloskan gerombolan yang mengaku-aku bisa memimpin. Mungkin ini konsekuensi dari istilah administrasi negara kita bahwa pemegang amanah kepemimpinan disebut "pemerintah". Maka jadilah, tidak ada yang merasa tidak bisa menjadi tukang perintah. Seleksinya pun tak ada susah-susahnya karena monyet pun bisa memberi perintah. Hanya memang tak ada yang lebih bikin mumet dunia akhirat dari diperintah makhluk yang jungkir balik standar keberadabannya.

Semua tanpa rikuh saling membusungkan dada dengan berbagai gaya membanggakan keahlian memasak masa depan negeri kita. Nyatanya, menu yang dikampanyekan adalah resep kadaluwarsa yang hanya dibarukan urutan dan komposisinya, akan diolah dengan alat-alat masak keropos dan karatan warisan dari kekacauan dan keisengan, lalu yang paling tak tertanggungkan, masaknya pun di dapur yang secara sistematis telah dikapling menjadi kakus tetangga kiri kanan. Hanya kedahsyatan gila-gilaan yang bisa kita harapkan dari koki yang sedemikian karena kapasitasnya tentu jauh lebih rumit dan canggih dari sekedar menghidangkan makanan. Jobdesc-nya akan terutama menyasar syaraf-syaraf kesadaran agar lidah-lidah budaya bangsa kita semakin nyawiji dalam berakulturasi dengan cita rasa tinja.

DEMI TUHAN, TIDAK ADA YANG PERLU DISESALI.

Indonesia boleh hitam kelam  masa depannya, tapi masing-masing dari kita rakyat Indonesia tetap berpeluang besar menyukseskan agenda untuk hidup mulia. Bila Prabowo jadi, inna lillahi! Sesungguhnya segala sesuatu berasal dari Allah jua. Bila Jokowi maju, laa tay-asuu! Janganlah berputus asa dari belas kasih Allah.

"Tidak Aku rubah nasib suatu kaum," firman Allah, "bila kaum itu tidak ingin merubah nasibnya sendiri." Prinsip yang kita pegang adalah bahwa pelaku utama segala perubahan hanyalah Allah. Kewajiban kita cuma setor wajah menunjukkan kesungguhan semampu kita dalam menginginkan perubahan. SIAPAPUN PRETTTTSIDENGNYA dan apapun nanti hasil akhirnya![]

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun