Begitulah. Kekuasaan memang menggiurkan. Memang sangat sedap untuk dinikmati. Sehingga, banyak orang yang gelap mata untuk memperebutkan kekuasaan itu. Bahkan, yang lebih ironisnya lagi, ada pejabat yang sudah punya kekuasaan yang cukup tinggi, ternyata masih tidak puas dengan jabatan yang diembannya, sehingga harus (lebih tepatnya, rela) untuk mencalonkan dirinya untuk menggapai kekuasaan tertinggi di Indonesia.
Apa itu kekuasaan tertinggi di Indonesia? Tidak lain tidak bukan adalah presiden. Jabatan presiden adalah jabatan sebagai orang nomor satu di Indonesia. Jabatan presiden tidak hanya diperebutkan oleh para ketua umum masing-masing parpol saja, tetapi juga ada pejabat publik yang latah alias ikut-ikutan tergiur untuk bisa mencicipi kekuasaan yang sungguh nikmat bin sedap ini.
Siapakah pejabat publik yang saya maksud itu? Tentu anda semua tahu. Pejabat publik yang mendeklarasikan dirinya telah menerima mandat dari sang ketua umum partainya, yang kemudian segera mencium bendera merah putih di sampingnya (untuk memberikan efek dramatisasi agar publik terbujuk rayuan gombal ala alay ABG jaman sekarang), itulah yang saya maksud.
Yang dua hari sebelumnya telah mengumbar syahwat lewat parade nyekar di hari dan jam kerja sebagai gubernur untuk mengikuti mbokdhe-nya ngalap berkah meminta petuah, itulah yang saya maksud. Siapakah dia? Sebut saja, pak JW.
Di tengah-tengah halangan berupa nasehat dalam bentuk video yang isinya mengingatkan janji dia sewaktu kampanya di Tennis Indoor Senayan dengan mengatakan, Pak JW dan wakilnya komit membenahi Jakarta dalam 5 tahun, tentu saja dicampakkan olehnya.
Pak JW menolak menonton video tersebut, tentu dengan alasan dan pertimbangan yang sangat logis. Bahwa, beliau tidak ingin terganggu dengan semua video yang mengkritisi dirinya, karena video-video tersebut bersuara “nyaring” untuk menentang dia maju sebagai capres di tahun 2014.
Memang benar, video berupa komitmen tersebut merupakan janji yang keluar dari mulutnya dan oleh karenanya, pak JW tidak mau mengungkit-ungkit kembali janjinya sewaktu kampanye di Tennis Indoor Senayan.
Bagi Pak JW, janji adalah komitmen yang harus dipatuhi sewaktu kampanye saja, bukan dikerjakan setelah jadi pejabat. Itulah pejabat yang terhormat. Dan, itulah kekuasaan yang mengikat, yang melilit pejabat yang terkendala oleh janjinya sendiri. Itulah kekuasaan. Kekuasaan yang menggiurkan.
Selamat berjuang, pak JW. Pak Joko Widodo.
(Penulis adalah Jokowi Lover yang logis, kritis, dan rasionalis, bukan fanatis ala golongan sipilis).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H