Mohon tunggu...
gombal mukiyo
gombal mukiyo Mohon Tunggu... -

Ubuntu user & Traveler wannabe

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cutinya Seorang Perantau

27 Juli 2010   10:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:34 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Untuk seorang perantau seperti saya ini, pulang kampung adalah hal yang menyenangkan. Berdesak-desakan di kereta api Progo, merasakan liarnya keringat-keringat penumpang dan kemudian sampai di Jogja disambut bocah-bocah dekil yang mulai beranjak puber. Sungguh menyenangkan.

Di kota yang saya bilang busuk ini,  Jakarta, perantau bertebaran di sana-sini. Kos saya saja menampung perantau yang kebanyakan berasal dari Jogjakarta dan Tegal. Mulai dari PNS sampai dengan tukang jualan es "abal-abal" di Monas, semua ada di kosan saya. Tujuan mereka juga sama, "ngangsu duit sebanyak mungkin"

Sebagai seorang perantau yang sudah tiga tahunan tinggal di Jakarta, cuti-pulang kampung adalah hal yang menggiurkan sekaligus mengerikan. Menggiurkan karena bisa bertemu dengan saudara, teman atau istri. Mengerikan karena harus siap-siap dengan bermacam pertanyaan dari tetangga-tetangga yang merayu agar anaknya bisa diajak serta ke Jakarta.

Beberepa hari yang lalu (21/23) saya memutuskan cuti, pulang ke sudut paling selatan di Jogja, sekedar menentramkan penat setelah setahun "ngangsu duit" di Jakarta. Sungguh menyenangkan bisa bertemu beberapa kawan, saudara dan kedua simbah saya yang sudah sepuh.

Jauh dari keluarga memang membuat perantau-perantau, termasuk saya, merasa terbebani. Terbebani karena merasa menjadi pekerja kantoran yang harus siap dianggap "sukses", padahal hancur abis. Terbebani karena harus menanggapi pertanyaan-pertanyaan "kapan kamu kawin?". Terbebani karena setiap lebaran saya "diwajibkan" menyediakan recehan sepuluh ribuan untuk ponakan-ponakan. Aghhh, semua serba terbebani.

Jakarta, 27072010

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun