Mohon tunggu...
Gokma Sihombing
Gokma Sihombing Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Membaca buku, bermain bulutangkis

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Apakah Ada Dosa yang Dimaklumi oleh HKBP? Suatu Tinjauan Etis-Dogmatis terhadap Inseminasi Heterogen

9 April 2024   09:19 Diperbarui: 9 April 2024   09:40 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Memang ada semacam jargon di dalam masyarakat umum bahwa sangat tabu jika tidak memiliki anak, hal itu berangkat dari "banyak anak banyak rezeki". Hal ini sudah lumrah di dalam konteks masyarakat Indonesia. Tetapi apakah kemudian Alkitab memiliki pandangan yang sama terkait hal tersebut? Jika dikatakan banyak anak banyak rezeki maka tidak selamanya sejalan dengan Alkitab, karena pada dasarnya berkat Tuhan tidak bisa distandarisasi dengan kehadiran anak. Ini jelas sebab berkat itu sangat kompleks, bahkan orang yang belum dikaruniai anak pun sejatinya tidak kekurangan berkat Tuhan, tetapi mungkin akan selalu bertanya tentang waktu. Tetapi berkaitan dengan hal ini apakah kemudian manusia akan diam saja jika sewaktu-waktu tidak tahan dengan keadaan "tidak memiliki anak?" Tentu teknologi terus berkembang, misalnya dengan hadirnya program bayi tabung atau IVF (in vitro fertilization) yang memungkinkan orang memiliki anak tanpa hubungan seksual sebagaimana seharusnya, bisa dikatakan hubungan seksual secara tidak langsung. Jika dikaji lebih dalam lagi, bagaimana kemudian hal ini ditinjau dari etika Kekristenan? Program bayi tabung tidak akan pernah sejalan dengan Kekristenan karena sudah tidak sejalan bahkan melanggar kodrat sebagai ciptaan dan sesuai prosedurnya sudah "melawan Allah" karena tidak sebagaimana semestinya, sudah menjadi rekayasa semata. Teknologi seharusnya menjadi objek untuk memuliakan Allah bukan menjadi media seolah-olah mengolok-olok Allah karena bertindak di luar kodrat. Karena bayi tabung sudah bersifat pembuahan di luar tubuh manusia dan pastinya menggunakan sperma subjek selain suami meskipun ada yang dinamakan inseminasi homogen, tetapi kasus dari penelitian ini adalah inseminasi heterogen, artinya sperma orang lain. Dalam hal ini dapat dikatakan melanggar kodrat, bahkan mengolok-olok Allah secara tidak langsung karena bukan demikian yang seharusnya secara etis karena buah dari pembuahan itu tidak 100% dari pasangan itu, sehingga secara etis sudah melanggar etika Kristen.

Etika teleologi sekuler sebenarnya dengan jelas menandaskan bahwa manusia bisa melakukan apa saja asal tujuannya satu, yakni memuliakan Allah. Silakan melakukan apa saja yang menurut Kristen benar dan secara implisit untuk memuliakan Allah saja, bukan untuk kesenangan pribadi, atau kenikmatan pribadi saja, tetapi perkirakan Allah di dalamnya. Sehingga jika dikaitkan dengan bayi tabung tentu sudah bertentangan. Benar bahwa bayi tabung jika diandaikan berhasil akan memberi kepuasan personal kepada pasangan suami istri itu yang sudah mempertimbangkan segala kemungkinan dengan matang. Tetapi jika ditinjau sebagaimana harusnya hubungan seksual dalam prinsip Kristen apakah itu memuliakan Allah? Bertindak di luar apa yang seharusnya itu apakah kemudian memuliakan Allah? Tidak. Oleh sebab itu hal ini jelas secara etis tidak pantas dan melanggar hakikat manusia yang Alkitabiah. 

HKBP juga tidak tutup mata terhadap perkembangan teknologi yang demikian semakin mutakhir misalnya seperti IVF atau inseminasi atau rekayasa reproduksi yang eksis. Sejak 1984 RPP HKBP telah dirumuskan dan sampai saat ini belum mengalami revisi tetapi demikian pandangannya mengenai bayi tabung:

           Bayi tabung na sian boni ni amanta dohot inanta i (inseminasi homogen) boi do manjalo pandidion na badia. Molo ndang sian                              boni ni amanta dohot inanta i, dakdanak i ma muse mamboan dirina tu Huria dung magodang ibana. Sipinsangon do na olo                                  manjalo hajajadi ni bayi tabung di keluargana, na so hadomuan ni boni ni ama dohot ina na marsaripe i.

 

Artinya dalam hal ini HKBP jelas menolak program bayi tabung yang salah satu benihnya bukan dari pasangan itu, dan hal ini disebut inseminasi heterogen. Jelas memang hal ini akan berhubungan dengan "hubungan di luar nikah" meskipun secara tidak langsung tetapi konteksnya sama sperma dan sel telur yang bukan resmi melakukan pernikahan bertemu. 

Berdasarkan kasus yang dihadapi penulis bahwasanya istri itu menginginkan bahwa dia harus mengalami masa kehamilan secara manusiawi tetapi di satu sisi suaminya sudah tidak subur dan disarankan untuk diinseminasi dengan sperma subjek lain, dan tentu itu sudah pasti hubungan seksual secara tidak langsung. 

Kemudian berbagai cara diperbincangan, didiskusikan dan ada kesan istri menunjuk ketertarikan kepada keponakan beliau yang di sini diduga bahwa inilah jalan untuk "hubungan di luar nikah" dan perlu diingat bahwa ini adalah opsi kedua setelah program bayi tabung tadinya yang dipikir-pikir terlalu beresiko. Tetapi jika ditelisik berdasarkan dokumen teologi HKBP dalam RPP HKBP bagian Na Mangalaosi tu Patik ni Debata (Pelanggaran-pelanggaran terkait Hukum Taurat) bagian perzinahan (pangalangkupon) bahwa hal tersebut (opsi kedua) dapat dikatakan perzinahan meskipun bukan karena unsur perselingkuhan tetapi sudah dalam konteks mengingini orang lain untuk disetubuhi atau menyetubuhi.

 Poin Hukum Taurat memang dengan jelas menyatakan bahwa "Jangan lah kamu berbuat zinah" karena pada dasarnya hubungan yang sah dan tidak dikatakan zinah adalah berangkat dari pernikahan yang disaksikan oleh iman sebagaimana prosedur gerejawi. Sehingga pada saat yang sama HKBP menolak bayi tabung yang proses inseminasinya heterogen karena menolak kodrat sebagai ciptaan dan muncul kesan seolah mengolok-olok Allah dan sekaligus menolak hubungan seksual di luar pernikahan sebab itu adalah perzinahan. Hubungan yang dikatakan sah adalah yang melakukan pernikahan sebagaimana gereja melegitimasinya. Artinya, meskipun sebagaimana dikatakan dalam kasus bahwa opsi kedua yang memungkinkan yakni bersetubuh dengan ponakan tetaplah salah dan melakukan perzinahan. Zinah yang dimaksudkan yang tidak ada hubungan pernikahan tetapi bersetubuh.

Inseminasi heterogen memang salah secara etika Kristen sebab sudah mencoba melanggar kodrati manusia sebagaimana ditetapkan oleh Allah yakni hubungan antara suami istri sebagaimana diproyeksikan dari Adam dan Hawa (bnd. Kejadian 1 : 18). Meskipun inseminasi itu tidak membuat antara pria dan wanita harus berhubungan seksual tetapi sampel masing-masing sperma dan sel telur dipertemukan dan tentunya salah satunya bukan dari pasangan itu, dan itu dipastikan adalah dosa, tetapi apakah kemudian itu dimaklumi HKBP? 

Sebenarnya tidak dimaklumi jika mungkin jangan dilakukan tetapi ada opsi jika memang harus dalam keadaan terpaksa dilakukan maka anak hasil inseminasi tersebut akan membawa dirinya dibaptis di gereja jika sudah dewasa, tidak disertakan dengan orangtuanya. Tidak ada penjelasan mengenai hal ini tetapi kemudian penulis menduga bahwa memang benar kedua orangtuanya salah dalam hal itu sehingga tidak boleh secara utuh bahwa itu anaknya tetapi kembali lagi sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa anak tersebut tidak tahu menahu akan proses itu, dengan kata lain bukan kehendak anak itu, tetapi kesalahan bertindak orangtuanya sehingga posisi anak itu diduga keluar dengan independen secara teologis karena harus membawa dirinya sendiri dibaptis tanpa diikuti orangtuanya. Pun demikian dibahas oleh penulis, tetapi ini masih membutuhkan kajian lebih lanjut lagi, agar semakin jelas dan terang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun