Mohon tunggu...
Akhmad Gojali
Akhmad Gojali Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiswa Magister Akuntansi, Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si., Ak. NIM : 55521110035 Akhmad Gojali, Universitas Mercu Buana, Jakarta

Mahasiswa Magister Akuntansi Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si., Ak. NIM : 55521110035 Nama Mahasiswa : Akhmad Gojali Universitas Mercu Buana, Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

K15_Ilmu Sosbud_Studi Fenomenologi: Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketaatan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Melaporkan SPT Tahunan PPh OP

25 Juni 2022   23:14 Diperbarui: 25 Juni 2022   23:24 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Dokpri Penulis

Studi Fenomenologi : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketaatan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Melaporkan SPT Tahunan PPh OP

a.  Latar Belakang

Pelaksanaan pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.  Di era pemerintahan presiden Jokowi-JK terdapat 5 sektor prioritas pembangunan yang dilakukan yakni pariwisata, industri, perikanan dan kelautan, energi dan pertanian. Dan pembangunan nasional yang telah dilakukan diantaranya pembangunan fasilitas-fasilitas umum seperti puskemas, jalan raya dan sebagainya. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional ini tentu saja membutuhkan dana yang cukup besar dan seiring berjalannya waktu, dana ini akan terus meningkat tergantung pada peningkatan kebutuhan itu sendiri. Sumber pendapatan negara secara umum berasal dari 3 (tiga) sektor, yaitu pajak, non pajak dan hibah yang selanjutnya sumber pendapatan negara tersebut akan kembali lagi pada rakyat dalam bentuk program bantuan dan pembangunan fasilitas umum. Sumber pendapatan negara yang berasal dari pajak dibagi dalam 7 (tujuh) sektor, yaitu Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Penghasilan, Pajak Ekspor, Pajak Perdagangan Internasional, Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Masuk dan Cukai. Berkaitan dengan Besaran tarif pajak umumnya sudah ditentukan berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku.

Menurunnya presentase dari tahun 2018 ke 2019 menunjukkan tingkat kepatuhan wajib pajak yang masih rendah. Data tersebut tidak dapat dipungkiri masih ada saja badan maupun wajib pajak orang pribadi yang tidak mau membayar pajak karena menganggap membayar pajak adalah sebuah kerugian. Disamping itu juga wajib pajak bisa jadi berpikir bahwa jika penghasilan sudah terpotong pajak maka tidak perlu melaporkan SPT atau wajib pajak menganggap bahwa tidak mudah (rumit) melaporkan SPT dengan e-filling sehingga membuat wajib pajak malas melaporkan SPT. Persoalan tersebut menjadi cukup serius bagi Direktorat Jenderal Pajak karena kepatuhan wajib pajak berdampak terhadap penerimaan pajak dan penerimaan negara. Menjadi kendala yang besar bagi pemerintahan dalam proses pembangunan negara jika penerimaan negara dari sektor pajak berkurang hal ini akan sangat mempengaruhi keuangan negara.

Self Assessment System adalah sistem yang memberi wewenang kepercayaan dan tanggung jawab kepada wajib pajak baik orang pribadi maupun badan untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yamg harus dibayar. Self Assessment System menghendaki adanya keaktifan dan kemauan sendiri dari wajib pajak yang bersangkutan namun fakta di lapangan menunjukkan kenyataan berbeda. Tahun 2018 menurut Hestu Yoga, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, jumlah wajib pajak orang pribadi dan badan tercatat 17,6 juta wajib lapor Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Namun hanya 12,5 juta yang melaporkan SPT atau 71% (tirto.id). Di tahun 2019 per tanggal 1 April, Direktorat Jenderal Pajak Kementrian Keuangan (Kemenkeu) realisasi pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) mencapai 11,309 juta wajib pajak dari 18,334 juta wajib pajak atau sekitar 61,7%. Realisasi itu mencakup wajib pajak orang pribadi maupun badan (economy.okezone.com).

Kemauan Wajib Pajak dalam membayar pajak merupakan hal yang penting dalam penarikan pajak. Masyarakat sendiri dalam kenyataannya tidak suka membayar pajak. Serta masih ada wajib pajak yang masih menunggu ditagih baru membayar pajak, seperti peraturan pajak pada periode lama. Hal ini disebabkan karena masyarakat tidak pernah tahu wujud konkret imbalan dari uang yang dikeluarkan untuk membayar pajak (Widayati dan Nurlis, 2010). Adapun upaya dalam meningkatkan penerimaan pajak adalah dengan memberikan suatu pelayanan yang bermutu terhadap Wajib Pajak selaku pelanggan.

Di Indonesia sistem pemungutan pajak masih sulit dijalankan sesuai harapan melihat dari masih rendahnya tingkat kepatuhan perpajakan yang ditunjukkan dari masih sedikitnya individu yang melapor SPT. Wajib pajak yang mendukung tindakan kepatuhan pajak akan memiliki kecenderungan untuk melakukan tindakan kepatuhan pajak. Dan sebaliknya jika wajib pajak yang tidak mendukung tindakan kepatuhan pajak akan memiliki kecenderungan untuk tidak melakukan tindakan kepatuhan pajak.

b.  Identifikasi Masalah

      1) Kesadaran perpajakan

Kesadaran membayar pajak mengandung makna bahwa adanya sikap taat, patuh, disiplin serta kritis dalam membayar pajak yang merupakan penambahan kas negara guna kepentingan bersama. Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap perpajakan seringkali menjadi kendala dalam masalah pengumpulan pajak dari masyarakat. Hal ini dikarenakan ketidaktahuan mereka tentang wujud nyata imbalan darin uang yang dikeluarkan untuk membayar pajak.

      2) Pengetahuan tentang perpajakan

Pengetahuan terkait perpajakan merupakan suatu keadaan dimana wajib pajak mengetahui dan paham mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang menjadi acuan pelaksanaan perpajakan yang meliputi hukum dan undang-undang yang berlaku. Melalui pendidikan formal dan non formal dapat meningkatkan pengetahuan wajib pajak, karena pengetahuan perpajakan adalah hal yang paling mendasar harus dimiliki wajib pajak. Semakin tinggi pengetahuan dan pemahaman wajib pajak, maka wajib pajak dapat menentukan perilakunya lebih baik dan sesuai dengan ketentuan perpajakan, namun jika wajib pajak tidak memiliki pengetahuan mengenai peraturan dan proses perpajakan, maka wajib pajak belum dapat menentukan perilakunya dengan tepat dan baik.

      3) Sanksi perpajakan

Sanksi pajak merupakan salah satu cara yang digunakan oleh pemerintah untuk memastikan bahwa wajib pajak mematuhi serta melaksanakan peraturan perpajakan. Wajib pajak akan memenuhi semua kewajiban perpajakannya jika pemberian sanksi dianggap memberi dampak negatif wajib pajak tersebut. Sanksi perpajakan terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sanksi administrasi berkaitan dengan pembayaran kerugian negara khususnya seperti denda, bunga dan kenaikan. Sedangkan sanski pidana berupa kurungan atau penjara. Semakin banyakan sisa tunggakan pajak yang harus dibayar wajib pajak maka semakin berat bagi wajib pajak untuk melunasinya. Oleh karena itu pandangan wajib pajak terhadap sanksi perpajakan diduga akan mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Dengan demikian, sanksi pajak merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan akan ditaati dan dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan.

c.    Rumusan Masalah

  1. Apakah kesadaran perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketaatan wajib pajak orang pribadi dalam melaporkan SPT ?
  2. Apakah kesadaran perpajakan berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap ketaatan wajib pajak orang pribadi dalam melaporkan SPT ?
  3. Apakah pengetahuan tentang perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketaatan wajib pajak orang pribadi dalam melaporkan SPT ?
  4. Apakah pengetahuan tentang perpajakan berpengaruh negative dan tidak signifikan terhadap ketaatan wajib pajak orang pribadi dalam melaporkan SPT ?
  5. Apakah sanksi perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketaatan wajib pajak orang pribadi dalam melaporkan SPT?
  6. Apakah sanksi perpajakan berpengaruh negative dan tidak signifikan terhadap ketaatan wajib pajak orang pribadi dalam melaporkan SPT?

d.   Tinjauan Pustaka dan Penelitian Terdahulu

 Fenomenologi

2-62b736bb09e13d665e443e52.jpg
2-62b736bb09e13d665e443e52.jpg

Menurut Husserl dalam Adian (2010:5) fenomenologi adalah ilmu tentang penampakan (fenomena). Artinya semua perbincangan tentang esensi di balik penampakan dibuang jauh-jauh. Istilah “fenomenologi” sendiri bertolak dari bahasa Yunani phainomenon (phainomai, menampakkan diri) dan logos (akal budi). Ilmu tentang penampakan berarti ilmu tentang apa yang menampakkan diri ke pengalaman subjek. Husserl mengajukan satu metode yang dinamakannya epoche. Epoche adalah penundaan semua asumsi tentang kenyataan demi memunculkan esensi. Epoche mengisyaratkan reduksi-reduksi tertentu yaitu reduksi eiditis, reduksi fenomenologi, dan reduksi transendental.

Tinjauan Teoritis

Akuntansi pajak adalah akuntansi yang penerapannya bertujuan untuk menetapkan besarnya pajak terutang. Fungsi akuntansi pajak ialah mengolah data kuantitatif yang akan digunakan untuk menyajikan laporan keuangan yang memuat perhitungan perpajakan (Waluyo, 2012). Akuntansi dinilai dari sifat pelaporannya, kemudian dibagi menjadi dua yaitu Akuntansi Fiskal dan Akuntansi Komersial. Akuntansi Fiskal adalah jenis akuntansi yang berbasis informasi akuntansi yang disusun berdasarkan Undang-Undang dan Peraturan Perpajakan yang berlaku dan khusus digunakan untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan (PPh Badan) perusahaan (UD, CV, PT dan BUT).

Akuntansi Komersial sifatnya memberi informasi kepada pihak internal perusahaan atau manajemen, dan pihak eksternal perusahaan (diluar Dirjen Pajak) untuk menyediakan informasi dalam fungsi manajemen yang dihasilkan oleh akuntansi keuangan.

Akuntansi Pajak mambahas transaksi badan dan berbagai Peraturan Perpajakan terkait pengaruhnya terhadap laporan keuangan yang khususnya menentukan besarnya laba perusahaan. Contohnya yaitu, penjualan & pembelian, sewa, merger, pengalihan hak milik, dan lain-lain. Akuntansi pajak berperan dan diterapkan dalam perusahaan perseroan (PT) dan lebih berkepentingan dengan berbagai alternatif tindakan yang dapat meminimumkan nilai pajak terhutang sepanjang diperkenankan oleh Undang-Undang atau Peraturan Perpajakan.

Teori Kepatuhan (Theory Compliance) dan Theory of Planned Behavior (TPB) sangat berhubungan dengan ketaatan wajib pajak. Teori kepatuhan menjelaskan ketaatan seseorang dalam menjalankan aturan yang berlaku. Menurut Tahar dan Rachman (2014) kepatuhan mengenai perpajakan merupakan tamggung jawab kepada Tuhan, bagi pemerintah dan rakyat sebagai wajib pajak untuk memenuhi semua kegiatan kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Ketaatan wajib pajak adalah tindakan yang didasarkan pada kesadaran wajib pajak terhadap kewajiban perpajakannya dengan tetap berlandaskan pada peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan.

Theory of Planned Behavior (TPB) menjelaskan bahwa perilaku yang ditentukan oleh individu timbul karena adanya minat untuk berperilaku. Terdapat 3 (tiga) faktor perilaku yang adanya niat untuk berperilaku, antara lain behavioral beliefs yaitu keyakinan individu terhadap hasil dari suatu perilaku dan mengevaluasi atas hasil tersebut. Normative beliefs yaitu keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan motivasi yang menjadi acuan untuk dirinya dalam menampilkan perilaku atau tidak. Control beliefs yaitu kepercayaan tentang keberadaan hal-hal yang mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan.

Sesuai pasal 17 C KUP Jis KMK Nomor 544/KMK.04/2000 Direktorat Jenderal Pajak telah mengeluarkan kriteria Wajib Pajak Patuh. Wajib Pajak Patuh ialah Wajib Pajak yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan atas kelebihan pembayaran pajak. Kriteria Wajib Pajak Patuh tersebut antara lain:

  1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) baik Pajak Tahunan maupun Pajak Masa.
  2. Tidak mempunyai tunggakan pajak dalam semua jenis pajak, kecuali sudah mendapatkan izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak. Tidak semua jenis pajak yang terutang dapat diangsur. Pajak yang dapat diangsur pembayarannya adalah: pajak yang masih harus dibayar dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan (SKP), Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak berakhir.
  3. Tidak pernah menerima hukuman karena melakukan tindakan pidana dibidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir yang mengakibatkan kerugian Negara.
  4. Apabila dilakukan pemeriksaan pajak, dalam hal ini koreksi fiskal yang dilakukan oleh pemeriksa pajak untuk setiap jenis pajak yang terutang tidak lebih dari 10% (sepuluh persen) dilihat dari penghasilan bruto (PKP).

Konsep kemauan wajib pajak membayar pajak dikembangkan melalui dua subkonsep yaitu, konsep kemauan membayar dan konsep pajak. Konsep kemauan membayar adalah suatu nilai dimana seseorang rela untuk membayar, mengorbankan atau menukarkan sesuatu untuk memperoleh barang atau jasa (Widaningrum, 2007). Konsep pajak, menurut Taylor (Waluyo, 2007) pajak ialah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh negara dan terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum. Berdasarkan dari dua definisi subkonsep di atas, maka dapat disimpulkan suatu definisi untuk kemauan membayar pajak (willingness to pay tax) dapat diartikan sebagai suatu nilai yang rela dikontribusikan oleh seseorang yang ditetapkan berdasarkan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum negara dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) secara langsung. Kemauan membayar pajak dipengaruhi beberapa faktor yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada wajib pajak, penegakan hukum perpajakan, dan tarif pajak (Devano dan Rahayu 2006).

Kesadaran membayar pajak mengandung makna bahwa adanya sikap taat, patuh, disiplin serta kritis dalam membayar pajak yang merupakan penambahan kas negara guna kepentingan bersama. Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap perpajakan seringkali menjadi kendala dalam masalah pengumpulan pajak dari masyarakat. Hal ini dikarenakan ketidaktahuan mereka tentang wujud nyata imbalan darin uang yang dikeluarkan untuk membayar pajak.

Pengetahuan terkait perpajakan merupakan suatu keadaan dimana wajib pajak mengetahui dan paham mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang menjadi acuan pelaksanaan perpajakan yang meliputi hukum dan undang-undang yang berlaku. Melalui pendidikan formal dan non formal dapat meningkatkan pengetahuan wajib pajak, karena pengetahuan perpajakan adalah hal yang paling mendasar harus dimiliki wajib pajak. Semakin tinggi pengetahuan dan pemahaman wajib pajak, maka wajib pajak dapat menentukan perilakunya lebih baik dan sesuai dengan ketentuan perpajakan, namun jika wajib pajak tidak memiliki pengetahuan mengenai peraturan dan proses perpajakan, maka wajib pajak belum dapat menentukan perilakunya dengan tepat dan baik.

Kualitas layanan adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang baik dan dapat dipertangggungjawabkan serta harus dilakukan secara terus-menerus. Secara sederhana definisi kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi harapan pihak yang menginginkannya. Pelayanan perpajakan dibentuk oleh dimensi kualitas sumber daya manusia (SDM), ketentuan perpajakan dan sistem informasi perpajakan yang berlaku. Standar kualitas pelayanan prima kepada masyarakat wajib pajak akan terpenuhi bilamana SDM melakukan tugasnyasecara profesional, disiplin, dan transparan. Dalam kondisi wajib pajak merasa puas atas pelayananyang diberikan kepadanya, maka mereka akan cenderung akan melaksanakan kewajiban membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila ketentuan perpajakan dibuat sederhana, dan mudah dipahami oleh wajib pajak, maka pelayanan perpajakan atas hak dan kewajiban mereka dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Dengan demikian sistem informasi perpajakan dan kualitas SDM yang handal akan menghasilkan pelayanan perpajakan yang semakin baik dan efektif.

Sanksi pajak merupakan salah satu cara yang digunakan oleh pemerintah untuk memastikan bahwa wajib pajak mematuhi serta melaksanakan peraturan perpajakan. Wajib pajak akan memenuhi semua kewajiban perpajakannya jika pemberian sanksi dianggap memberi dampak negatif wajib pajak tersebut. Sanksi perpajakan terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sanksi administrasi berkaitan dengan pembayaran kerugian negara khususnya seperti denda, bunga dan kenaikan. Sedangkan sanski pidana berupa kurungan atau penjara. Semakin banyakan sisa tunggakan pajak yang harus dibayar wajib pajak maka semakin berat bagi wajib pajak untuk melunasinya. Oleh karena itu pandangan wajib pajak terhadap sanksi perpajakan diduga akan mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Dengan demikian, sanksi pajak merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan akan ditaati dan dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan.

e.  Desain dan Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan explanatory research yaitu jenis penelitian yang menjelaskan hubungan antara variabel penelitian dan menguji hipotesis yang ada. Pada penelitian ini variabel bebas adalah pengetahuan perpajakan, kesadaran perpajakan dan sanksi perpajakan. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah ketaatan wajib pajak. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 30 responden dengan menggunakan teknik accidental sampling. Teknik accidental sampling adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan yaitu siapa saja yang secara kebetulan (incidental sampling) bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel.

Penelitian ini menggunakan skala likert 5 point. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya terlebih dahulu. Teknik analisis data dilakukan secara kuantitatif yaitu pengujian asumsi klasik, analisis regresi linear berganda, koefisien determinasi dan pengujian hipotesis melalui uji t dan uji F. Hipotesis penelitian ini dijawab dengan melakukan pengolahan data. Data diolah dengan menggunakan bantuan software SPSS 25.

Hipotesis/pertanyaan penelitian

  1. Kesadaran perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketaatan wajib pajak orang pribadi dalam melaporkan SPT;
  2. Pengetahuan tentang perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketaatan wajib pajak orang pribadi dalam melaporkan SPT;
  3. Sanksi perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketaatan wajib pajak orang pribadi dalam melaporkan SPT.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun