Negara kita tercinta ini kembali meraih sebuah catatan sejarah dengan ditemukannya pabrik narkoba di penjara narkotika Cipinang Jakarta. Indonesia bisa jadi merupakan negara satu-satunya di dunia yang memiliki Lembaga Pemasyarakatan ( khusus kasus narkotika pula ) yang didalamnya ditemukan pabrik narkoba. Kenapa hal ini bisa terjadi ? Jawabannya tentu sederhana sekali, ada supply dan demand yang berkumpul menjadi satu. Didalam penjara ada produsen narkoba yang tertangkap, ada pula pengedar narkoba dan pecandu narkoba. Semua berkumpul dalam satu tempat dan menciptakan pasar tersendiri.
Dengan perbandingan jumlah penghuni Lembaga Pemasyarakatan dan pengawas yang 100 : 1 , apa yang bisa kita harapkan dari sebuah pengawasan terhadap para narapidana ini ? Mestinya hal tersebut bisa diminimalisir dengan memutus mata rantai pasar narkoba di dalam penjara. Caranya adalah dengan memisahkan produsen dan konsumen ini dalam tempat yang berbeda. Sebenarnya hal ini sudah diatur dalam UU No.35 tahun 2009, dimana para pecandu narkoba diwajibkan untuk melaporkan diri dan menjalani rehabilitasi baik itu rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial. Demikian pula para pelaku penyalahgunaan narkoba yang tertangkap tangan oleh pihak kepolisian, selama barang bukti yang didapat masih menempatkan mereka dalam kategori pemakai yang dilengkapi dengan bukti bahwa mereka tidak terlibat dalam jaringan pengedar narkoba, maka pelaku penyalahgunaan narkoba tersebut seharusnya langsung menjalani rehabilitasi dan bukan dipidanakan.
Secara logika juga sangatlah tidak masuk akal bila ingin menghukum atau membuat jera pelaku penyalahgunaan narkoba tapi malah menempatkan mereka dengan pengedar dan produsen narkoba dalam satu tempat. Bukankah hal tersebut justru malah akan meningkatkan status pecandu narkoba menjadi pengedar atau produsen ? Karena bila mereka berkumpul dalam satu tempat, bisa jadi akan ada transfer ilmu dari yang satu ke yang lainnya. Lagipula di dalam penjara , para pecandu narkoba tentunya tidak akan mendapatkan rehabilitasi bukan ? Sehingga sangat memungkinkan setelah menjalani masa hukumannya mereka akan kembali menjadi pecandu narkoba. Jadi tujuan untuk menghukum atau membuat mereka jera justru tidak akan terpenuhi bukan ?. Malah bisa jadi akan membuat mereka semakin terjerumus lebih dalam nantinya.
Akan tetapi dalam kenyataannya saat ini tidaklah demikian. Tidak sedikit dari para pelaku penyalahgunaan narkoba yang masih masuk dalam katgeori pemakai berdasarkan penemuan barang bukti saat mereka tertangkap tangan justru dipidanakan. Hukum di Indonesia memang masih memiliki banyak celah mengakibatkan hal ini bisa terjadi. Saya sendiri sebagai orang awam tidak akan berkomentar terlalu banyak mengenai hal tersebut. Mungkin para lembaga-lembaga negara yang terkait perlu duduk bersama untuk membahas ini semua, sehingga tidak ada lagi beda persepsi mengenai penafsiran pasal demi pasal dalam undang-undang narkoba ini.
Kembali pada pokok persoalan, saya pribadi mendukung penuh bila para pelaku penyalahgunaan narkoba ini di rehabilitasi ketimbang di penjara. Karena rehabilitasi tidak “mematikan” kemampuan maupun bakat yang dipunyai oleh masing-masing pelaku penyalahgunaan narkoba tersebut. Coba bandingkan, para pelaku penyalahgunaan narkoba yang di vonis bersalah di pengadilan dan harus menjalani masa tahanan di Lembaga Pemasyarakatan. Tentu mereka akan punya beban berat ketika selesai menjalani masa hukumannya dan kembali dalam masyarakat. Label yang melekat dalam diri mereka adalah mantan narapidana, sama halnya dengan koruptor, pembunuh, pencuri dan lain sebagainya. Bila mentalnya tidak kuat, bisa jadi begitu keluar dari penjara dia akan segera kembali lagi kedalam jeratan narkoba sebagai bentuk pelarian. Tapi bandingkan bila pelaku penyalahgunaan narkoba yang tertangkap kemudian di rehabilitasi. Saat menjalani rehabilitasi dia akan diperbaiki fisik dan mentalnya supaya benar-benar bisa lepas dari jeratan narkoba. Ditambah lagi begitu keluar dari rehabilitasi, tidak ada embel-embel mantan narapidana yang melekat pada dirinya sehingga tidak perlu ada beban mental yang hinggap dalam dirinya.
Karena itulah Badan Narkotika Nasional berani menjamin bahwa bila ada pelaku penyalahgunaan narkoba yang melapor, tidak akan dipidanakan. Mereka justru akan di rehabilitasi secara gratis di tempat rehabilitasi yang dimiliki Badan Narkotika Nasional seperti di Lido, Jawa Barat. Suasana pedesaan yang tenang dengan udara yang sejuk, sepertinya dapat menjadi modal awal bagi para pengguna narkoba yang ingin merehabilitasi dirinya dari ketergantungan. Bahkan pusat rehabilitasi ini juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti tempat olahraga, perpustakaan, internet, tempat fitness lengkap dengan sauna nya, dan fasilitas lainnya.
Dengan adanya jaminan dari badan Narkotika Nasional ini, saya pikir tidak ada alasan bagi para pelaku penyalahgunaaan narkoba ini untuk takut di rehabilitasi. Apalagi semua rehabilitasi ini juga gratis dan berada di tempat yang menyenangkan dengan para ahli yang serius untuk membantu memulihkan para pecandu narkoba ini dari ketergantungannya. Dan saya pikir, balai rehabilitas narkoba seperti yang ada di Lido ini bisa dibangun di propinsi-propinsi yang angka prevalensi penyalahgunaan narkoba nya tinggi. Apalagi berdasarkan data BNN, tidak ada propinsi di Indonesia yang benar-benar bebas dari narkoba dan angka prevalensi nya akan terus meningkat setiap tahunnya. Dengan demikian tidak ada alasan pula pelaku penyalahgunaan narkoba yang tertangkap tangan oleh pihak kepolisian harus berakhir di penjara karena tidak adanya tempat rehabilitasi di daerah tersebut. Mari mencegah dan menyelamatkan pengguna narkoba dan jadikan tahun 2014 sebagai Tahun Penyelamatan Pengguna Narkoba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H