Mohon tunggu...
Khus Indra
Khus Indra Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Pecinta Sastra dan Seni |\r\nPengagum pemikiran Friedrich Nietzsche | Pengkritik ulung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Keprihatinan Dunia Jurnalisme Saat Ini

20 Juli 2013   13:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:17 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


"Dunia yang penuh hitam dan putih. Profesi yang kurang dipandang sebagai kisah heroik. Tetapi, apakah jurnalis merupakan sekumpulan kawanan heroik yang dapat memberikan posisi teratas dalam  masalah mencari fakta berdasarkan realita lapangan?"

Dunia jurnalisme sekarang ini telah mengalami gejolak perkembangan yang masih abu-abu. Konteks abu-abu ini dikarenakan bahwa sebagian orang memandang profesi ini tidak dapat dipercaya dan sebagian lagi memilih untuk melihat keobyektifan dari berita yang dihasilkan. Seperti yang dirilis baru-baru ini oleh situs Reader's Digest di Australia, bahwa di Australia profesi sebagai Jurnalis/Wartawan menempati posisi 6 terbawah dari 49 profesi yang dapat dipercayai. Begitu juga dengan Inggris, dalam situs journalism.co.uk, profesi jurnalis menempati urutan 3 besar teratas dalam profesi yang paling tidak bisa dipercaya. Senada dengan kedua negara tadi,Negeri Paman Sam, Amerika Serikat (AS) juga begitu. Di AS, menurut lembaga survei yang cukup kredibel yaitu Gallup, menyimpulkan bahwa di AS profesi sebagai jurnalis/ wartawan sudah mulai tidak dipercaya oleh kalangan publik Amerika Serikat. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, Bagaimana dengan profesi jurnalis/wartawan di Indonesia?

Belum ada satu survei di Indonesia yang coba untuk menelesik lebih dalam terhadap kondisi profesi jurnalis/wartawan di Indonesia sekarang ini. Jika dilakukan pun sepertinya hasilnya juga masih abu-abu. Jika dilihat dari media yang ada Indonesia, kebanyakan dari media tersebut dimiliki oleh para elite yang memiliki kepentingan politik di balik layar kaca tersebut. Dan satu senjata untuk terus memajukan independensi media yang ada sekarang ini adalah melawan. Melawan dan tetap menegakkan idealisme dalam penyajian berita yang berimbang.

Hal kronis yang patut dilihat dari pola idealisme itu adalah ketika seorang wartawan/jurnalis berusaha untuk menampilkan berita  atau memberikan topik yang berimbang, tetapi jika berita tersebut sudah sampai dipihak redaktur belum tentu berita tersebut yang akan ditampilkan/diterbitkan. Alhasil, para pewarta yang sudah mencoba menegakkan independensi itu akhirnya kalah akibat kekuasan elite dari pemilik modal dari media tempat jurnalis tersebut bekerja. Prihatin.

Keprihatinan yang lain adalah masalah ekonomi, terkati dengan gaji seorang jurnalis. Berkisar antara 1-3 juta, itulah gaji seorang jurnalis di Indonesia. Minimnya gaji tersebut membuat tidak sedikit para teman-teman wartawan untuk mencari pekerja sampingan, ada yang menjadi tukang ojek untuk mengisi kantong dan membiayai hidup keluarganya, ada juga yang berjualan keliling. Dan satu hal yan harus diketahui bahwa wartawan amplop juga menjadi salah satu tumbal akibat minimnya gaji sebagai wartawan/jurnalis.

Tidak sedikit pula, pewarta yang gajinya minim memilih untuk menjadi wartawan amplop. Oleh sebab itu, keobyektifan suatu berita berdasarkan fakta sudah tidak lagi menjadi harga mahal bagi wartawan amplop itu. Harga mahal itu hanya dibayar dengan amplop yang tebal juga. Proyeksi atau cerminan profesi ini masih berkeliaran pada kalangan media-media di Indonesia.

Selain itu masih ada permasalahan lain, adalah membuat berita yang tidak kredibel. Salah satu penyebabnya adalah Deadline. Jika deadline sudah ditentukan dan seorang wartawan/jurnalis tidak dapat mencari berita di lapangan, maka hal-hal seperti memanupulasi data berita pun sudah pasti dilakukan. Subjektivitas dari seorang jurnalis pun dikeluarkan dengan mengabaikan objektivitas dari sebuah berita.

Perosalan-persoalan ini bukan lagi rahasia bagi sesama pekerja media, tetapi sudah menjadi hal yang umum bagi pekerja jurnalis. Lantas, apakah profesi ini masih dapat dipercaya di Indonesia?

Jawabannya, adalah Harus. Harus percaya. Hal ini dikarenakan profesi ini butuh dukungan dari masyarakat secara umum untuk tetap bisa memberikan fakta yang sesuai realita di lapangan. Dukungan dari masyarakat tentu sangat diperlukan untuk tetap meyakinkan para pewarta untuk tetap bersemangat dalam memberikan informasi secara aktual dan terpercaya.

Harapan masih tetap ada. Masih banyak jurnalis-jurnalis yang masih teguh terhadap komitmen dalam meletakan kode jurnalistik di atas puncak aturan profesi tersebut. Seperti ksatria samurai yang rela mati-matian untuk menjaga suatu restorasinya, begitu juga jurnalis yang tetap menegakkan independensi dalam menyajikan berita kepada masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun