Sulit dibayangkan ketika masa orba masih berjaya, konten-konten yang berbau media sangat dikekang dan diawasi ketat. Tulisan, pamflet, poster serta kata-kata yang mengancam atau menggangu pihak pemimpin segera dibumihanguskan. Karya-karya hebat dari para kritikus dan sastrawan ketika itu dibungkam. Sedikit orang yang hanya berani mengeluarkan suara untuk mencari seonggok keadilan. Jurnalisme nyaris tidak ada kesempatan untuk memiliki ruang gerak sembari menyampaikan "Selamat pagi" pada Indonesia. Hanya ada satu alasan mengapa Jurrnlisme sedikit atau bahkan tidak diberi ruang gerak yang cukup bebas, yaitu Karena jurnalisme akan membunuh para pemimpin dengan kata-kata.
Cerita di atas merupakan penggalan sejarah bagaimana gambaran ketika orba masih bergulir. Tetapi, setelah peristiwa 21 mei 1998, dimana Presiden Soeharto (Pemimpin Orba) mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI atas desakan dari rakyat Indonesia sendiri. Era baru pun segera datang. Seluruh warga bersorak menyambut era baru tersebut. Pintu kebebasan pun dibuka dengan luas. Hari-hari pada saat itu menjadi titik balik untuk meraih kebebasan yang benar-benar bebas. Sampai hari ini pun, kebebasan itu masih tetap berdiri untuk menyuarakan apa yang sebenarnya terjadi dengan Indonesia.
Terhitung dari 1998, 15 tahun sudah Indonesia berada dalam era reformis. Sejak saat itu juga, Indonesia mengalami perubahan sosial yang cukup signifikan, termasuk dibidang komunikasi yaitu pada media. Beberapa media cetak, elektronik dan online tumbuh menjamur di Indonesia. Berbagai koran-koran baru muncul, Stasiun TV baru juga tidak kalah, dan media-media pemberitaanonline yang semakin tidak terhalangi lagi perkembangannya. Semua ini berkat adanya suatu ruang buka yang diberikan kepada rakyat untuk memberikan suaranya kepada negeri ini sendiri. Hal ini juga didukung dengan adanya pertumbuhan yang sangat pesat dari teknologi itu sendiri.
Teknologi seperti kecepatan akses jaringan internet sangat membantu dalam penyebaran informasi di era seperti sekarang ini. Jurnalisme pun seakan bergeser pandangan meskipun kode etik tetap ditegakkan oleh para rekan-rekan jurnalis. Â Dahulu kita tahu bahwa berita lebih banyak bersumber dari para jurnalis. Mereka merupakan tumpuan harapan di zaman era Orba untuk saling memberikan informasi ke publik. Tetapi, sekarang berbeda.
Berbeda, karena peran dari jurnalis sudah dapat diganti oleh orang-orang yang bukan jurnalis atau yang biasa disebut umat awam (warga). Kecepatan akses dan ditambah dengan fitur-fitur yang mendukung untuk kegiatan jurnalistik, seakan membuat semua orang bisa menjadi pencari berita atau sekadar penyalur informasi ke publik. Semua orang bisa menjadi portal berita untuk siapa saja. Arah dari jurnalisme kita pun sudah mulai berubah dan sekarang sedang bergerak menuju ke Jurnalisme Warga atau yang biasa disebut denganCitizen Jurnalism.
Hal ini pun dibenarkan oleh Bapak Taufik Mihardja selakuEditor in chief KompasTV, dimana baru-baru ini saya  menghadiri suatu acara seminar dari Kompas di Kampus Swasta di Bandung, yang berjudul "LEGO ERGO SCIO" dan dalam kesempatan itu saya bertanya kepada Pak Taufik, "Pak, dengan perkembangan teknologi serta kecepatan akses informasi yang cepat, menurut bapak, apakah Indonesia nantinya akan berganti ke arahCitizen Jurnalism?"Kemudian pak Taufik pun menjawab,
"Sekarang ini, Indonesia memang sedang mengarah ke arah sana. Sekarang, semua orang bisa menjadi sumber berita dan berhak menyalurkan informasi aktual apa saja yang sedang terjadi. Contohnya saja, apabila terjadi kecelakaan pesawat atau peristiwa penting yang lain, dimana pada saat itu tidak ada reporter ataupun jurnalis yang berada ditempat. Warga bisa saja mengabadikan atau menjadikan kejadian tersebut menjadi sumber berita dan kemudian berita tersebut dikirimkan ke suatu portal media ataupun forum-forum berita seperti Kompasiana. Maka pada saat itu juga, terbentuklah suatu konteks Citizen Jurnalism. Dan hal ini, tidak menutup kemungkinan bahwa Jurnalisme di Indonesia akan mengarah ke Jurnalisme Warga dengan adanya keterbukaan serta kecepatan mengakses Informasi dengan secara terbuka."
Terkait dengan hal ini, kemarin, tepatnya pada 29 mei 2013, dimana Kompas.com merayakan ulang tahunnya dan menampilkan wajah baru mereka. Dalam sela-sela perayaan ulang tahun itu dengan membawa suatu bentuk baru dari Kompas.com, CEO Kompas Gramedia Agung Adiprasetyo mengatakan bahwa,
"Mulai hari ini, kepemilikan Kompas.com tidak bisa lagi menjadi milik kita, siapa yang jadi pemilik barunya? Malam ini pemilik Kompas.com berubah menjadi Anda semua (pembaca Kompas.com),"